Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Polemik Kedelai Impor, Mentan: Saya Tidak Mau Janji Dulu

Kompas.com - 04/01/2021, 19:18 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, akhirnya buka suara menanggapi polemik melonjaknya harga kedelai impor.

Beberapa hari terakhir, para perajin tahu dan tempe melakukan aksi mogok nasional menuntut pemerintah menyelesaikan permasalahan melambungnya harga kedelai impor.

Data Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), harga kedelai impor melonjak dari kisaran Rp 6.000 per kg menjadi sekitar Rp 9.500 per kg.

Syahrul memastikan akan mendorong ketersediaan kedelai lokal untuk memenuhi kebutuhan nasional. Sehingga, polemik mahalnya harga kedelai bisa segera diatasi.

Baca juga: Mentan Buka-bukaan Soal Alasan Sulitnya Swasembada Kedelai

"Saya akan sikapi di lapangan. Saya tidak mau janji dulu karena saya lagi kerja. Insya Allah dari agenda yang sudah kami siapkan mudah-mudahan bisa menjadi jawaban. Tentu saja tidak akan semudah membalikkan telapak tangan," kata Syahrul di Jakarta, Senin (4/1/2021).

Menurut dia, upaya menggenjot produksi kedelai lokal akan dilakukan dalam dua kali musim tanam hingga panen atau 200 hari. Namun ia tak bisa memastikan apakah peningkatan produksi kedelai lokal cukup untuk meredam kenaikan harga kedelai impor.

"Butuh 100 hari minimal kalau pertanaman. Maka, dua kali 100 hari bisa kita sikapi secara bertahap, sambil ada agenda seperti apa mempersiapkan ketersediaannya (kedelai)," ujar menteri dari Partai Nasdem ini. 

Peningkatan produksi kedelai diakui memang tidak mudah untuk dilakukan, mengingat kedelai masih diposisikan sebagai tanaman penyelang atau selingan bagi tanaman utama seperti padi, jagung, tebu, tembakau, dan bawang merah.

Baca juga: Janji Jokowi Bawa RI Swasembada Kedelai dalam 3 Tahun dan Realisasinya

Syahrul menjelaskan pemenuhan kedelai secara mandiri diperlukan mengingat kebutuhan kedelai sebagai bahan baku untuk produksi tempe dan tahu setiap tahunnya semakin bertambah.

Pemerintah, kata dia, terus berupaya menekan impor kedelai yang hingga saat ini masih tinggi.

"Kondisi ini menyebabkan pengembangan kedelai oleh petani sulit dilakukan. Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar. Tapi kami terus mendorong petani untuk melakukan budi daya," kata Syahrul dilansir dari Antara.

"Program aksi nyatanya kami susun dan yang terpenting hingga implementasinya di lapangan," kata dia lagi.

Baca juga: Harga Kedelai Mahal, Tahu dan Tempe Jadi Penyumbang Inflasi

Menurut Syahrul, masalah ketergantungan impor dan dampaknya terhadap harga merupakan masalah global yang berimbas dari negara asal produsen, yakni Amerika Serikat.

Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari-Oktober 2020 saja, Indonesia sudah mengimpor lebih dari 2,11 juta ton kedelai dengan nilai 842 juta dollar AS atau sekitar Rp 11,7 triliun (kurs Rp 14.000).

Hampir seluruh kedelai impor dikapalkan dari Amerika Serikat (AS) yakni sebesar 1,92 juta ton. Selebihnya berasal dari Kanada, Uruguai, Argentina, dan Perancis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com