Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mentan Sebut Pengembangan Kedelai Lokal Sulit Dilakukan

Kompas.com - 04/01/2021, 19:36 WIB
Yohana Artha Uly,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahu dan tempe menjadi bahan pangan yang langka beberapa hari terakhir di pasaran, sebab stoknya berkurang dan harga kedelai yang melonjak. Ini tak lepas dari ketergantungan Indonesia pada kedelai impor ketimbang kedelai lokal.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengakui selama ini pengembangan produksi kedelai lokal sulit dilakukan oleh petani. Padahal, kebutuhan kedelai nasional terus meningkat tiap tahunnya.

"Pengembangan kedelai oleh petani sulit dilakukan. Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar," ujar Syahrul di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Senin (4/1/2021).

Baca juga: Soal Polemik Kedelai Impor, Mentan: Saya Tidak Mau Janji Dulu

Meski demikian, katanya, Kementan terus mendorong petani untuk melakukan budidaya kedelai. Ia bilang, pihaknya tengah menyusun dan mengawal implementasi produksi kedelai di lapangan.

Syahrul mengatakan, produksi kedelai lokal harus digenjot untuk pemenuhan kebutuhan domestik, sehingga dapat dipenuhi secara mandiri tanpa bergantung dengan kedelai impor. 


Oleh sebab itu, ia memastikan, Kementan berkomitmen untuk mendorong produksi kedelai lokal. Hal itu dilakukan melalui perluasan areal tanam dan mensinergikan integrator, unit-unit kerja Kementan dan pemerintah daerah.

"Kami bergerak cepat, sehingga produksi kedelai dalam negeri bisa meningkat," kata Syahrul.

Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi mengatakan, faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga kedelai impor yakni ongkos angkut antar-negara yang juga mengalami kenaikan.

Waktu Tempuh Impor

Menurutnya, waktu tempuh pengiriman kedelai impor dari negara asal yang semula selama 3 minggu menjadi lebih lama yaitu 6 minggu hingga 9 minggu.

Hal itu tak lepas dari dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan pasar global kedelai mengalami goncangan. Pasalnya, banyak negara yang masih bergantung pada kedelai impor.

Suwandi bilang, peluang ini dimanfaatkan Kementan untuk meningkatkan pasar kedelai lokal dan produksi kedelai dalam negeri. Kementan pun melakukan kerja sama antara Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), Gabungan Kelompok Tani, dan investor.

"Ini untuk meningkatkan kemitraan produksi dan memaksimalkan pemasaran serta penyerapan kedelai lokal milik petani," katanya.

Baca juga: Gaduh Kedelai Impor, Masalah Klasik yang Terus Berulang

Dia menambahkan, tingginya impor kedelai bukan semata-semata karena faktor produksi. Tapi disebabkan pula kondisi kedelai yang merupakan komoditas non lartas, sehingga bebas impor kapan pun dan berapun volumenya tanpa melalui rekomendasi Kementan.

Terkait harga kedelai saat ini yang terjadi kenaikan yang cukup signifikan sekitar 35 persen merupakan dampak pandemi covid 19, utamanya produksi di negara-negara produsen seperti Amerika Serikat, Brasil, Argentina, Rusia, dan Ukraina.

"Harga kedelai impor yang selama ini digunakan oleh perajin tahu-tempe sudah tinggi di negara asal, sehingga berdampak kepada harga di Indonesia menjadi lebih tinggi lagi," pungkas Suwandi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com