Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi RI Diproyeksi Melejit 3,9 Persen di 2021

Kompas.com - 18/01/2021, 19:00 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk, Adrian Panggabean, memproyeksi pertumbuhan ekonomi mencapai 3,9 persen di tahun 2021.

Pertumbuhan ekonomi itu sedikit banyak ditopang oleh mulai positifnya pertumbuhan di kuartal I 2021, yang diperkirakan mencapai 0,8 persen secara tahunan (year on year/yoy).

"Rekalibrasi model proyeksi ekonomi memberi saya indikasi kuat bahwa PDB Indonesia akan bertumbuh sebesar 3,9 persen di tahun 2021, yang dimulai dengan geliat perekonomian di kuartal I 2021 sebesar 0,8 persen yoy," kata Adrian dalam laporannya, Senin (18/1/2021).

Adrian menuturkan, ada lima faktor yang mempengaruhi dinamika ekonomi di 2021.

Baca juga: Setahun, Aset Kripto Stellar Menguat 600 Persen

Dua faktor pertama bersifat mendukung angka pertumbuhan yang lebih tinggi, sementara tiga faktor sisanya bersifat menurunkan prospek laju pertumbuhan ekonomi di 2021.

Faktor pertama yaitu base-effects yang menopang tiga-perempat dari pertumbuhan ekonomi RI di 2021.

Sisanya oleh normalisasi perekonomian di pulau Jawa atau hampir 60 persen dari total PDB Indonesia, yang ditopang oleh sektor keuangan, telekomunikasi, infrastuktur publik dengan alokasi APBN sekitar Rp 400 triliun), dan kesehatan.

"Kedua, prospek dorongan likuiditas lewat stimulus fiskal yang didukung oleh penurunan suku bunga acuan BI-7DRRR lebih lanjut ke arah 3,50 persen," ungkap Adrian.

Ketiga, dorongan fiskal kembali terhambat oleh kelembaman tata administratif (business processes) sehingga sisi pengeluaran APBN hanya akan mencapai maksimum 85-90 persen dari anggaran.

Di sisi penerimaan, APBN akan terkendala oleh kurangnya penerimaan pajak sebagai akibat dari belum pulih sepenuhnya kondisi perekonomian.

Baca juga: Kronologi Larangan Ekspor Bijih Nikel yang Berujung Gugatan Uni Eropa

Kendala sisi penerimaan dan keperluan untuk menjaga arus kas APBN berpotensi menghambat efektivitas dari rencana stimulus fiskal.

Observasi Adrian terhadap debt carrying capacity, dan semakin tingginya alokasi APBN untuk pos cicilan utang dan bunga, memberi indikasi bahwa opsi keseimbangan yang bersifat fiscally-neutral tidaklah banyak.

"Saya memandang defisit fiskal yang realistis bisa dicapai di tahun 2021 bukanlah 5,7 persen dari PDB, melainkan di rentang 5,2 - 5,4 persen dari PDB," jelas Adrian.

Keempat, tetap terkendalanya mobilitas faktor produksi sebagai konsekuensi dari masih akan berkepanjangannya pandemi di 2021, akan menyebabkan ekspansi produksi belum akan terjadi secara signifikan.

Terakhir, pengurangan belanja modal (capex) selama tahun 2020 diperkirakan akan terus berlanjut di 2021, paling tidak di segmen korporasi swasta.

Implementasi proyek infrastruktur dari belanja modal APBN sebesar Rp 400 triliun bisa saja akan menghadapi tantangan dari belum terciptanya herd immunity.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Whats New
Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Whats New
Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Whats New
Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Whats New
Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Whats New
Simak 5 Tips Raih 'Cuan' dari Bisnis Tambahan

Simak 5 Tips Raih "Cuan" dari Bisnis Tambahan

Whats New
Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Whats New
Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Whats New
Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Whats New
Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Whats New
[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

Whats New
Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com