Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Indonesia Terlalu Bergantung Impor Sapi dari Australia?

Kompas.com - 25/01/2021, 06:08 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak bisa dipungkiri, selama puluhan tahun, Indonesia sangat bergantung pada pasokan impor sapi dari Australia.

Di pasaran Jabodetabek yang permintaannya paling tinggi, mayoritas daging sapi yang dijual berasal dari pemotongan sapi bakalan asal Australia yang digemukan oleh perusahaan-perusahaan penggemukan sapi atau feedloter swasta. 

Perusahaan feedloter Indonesia umumnya mengimpor sapi bakalan dari Australia dengan berat di kisaran 350 kg. Sapi-sapi bakalan itu kemudian digemukan di Indonesia hingga siap masuk rumah potong saat beratnya mencapai sekitar 450-500 kg.

Dikutip dari Harian Kompas, Senin (24/1/2021), Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Djoni Liano, mengungkapkan Indonesia belum bisa melepaskan ketergantungan terhadap sapi impor yang mayoritas berasal dari Australia.

Baca juga: Impor Jadi Solusi Pemerintah Jokowi Atasi Mahalnya Harga Daging Sapi

Djoni menyebutkan, sebabnya rata-rata pertumbuhan konsumsi daging sapi sekitar 8,1 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan produksi daging sapi lokal berkisar 5 persen per tahun.

Menurut dia, jumlah impor sapi bakalan asal Australia tetap tinggi meskipun ada penurunan di tahun 2020. Sapi-sapi bakalan yang diimpor di tahun lalu itu menjadi stok daging di tahun 2021 setelah melewati masa penggemukan.

Berdasarkan data yang dihimpun Gapuspindo, ekspor sapi bakalan Australia diperkirakan turun dari 1,3 juta ekor tahun 2019 menjadi 900.000 ekor pada 2020. Sebanyak 60 persen di antaranya diserap Indonesia.

”Australia tengah membatasi ekspor karena produsen sapi di sana ingin memulihkan populasi. Padahal, permintaan global meningkat. Dampaknya, harga melonjak. Negara yang sanggup membayar dengan harga yang ada akan mendapatkannya (sapi bakalan),” jelas Djoni.

Baca juga: Jokowi Pernah Janji Setop Impor Daging Sapi, Apa Kabarnya Kini?

Dikutip dari laman Indonesia Australia Red Meat and Cattle Partnership, industri peternakan sapi Australia tengah meningkatkan populasi (restock).

Sehingga harga sapi hidup melonjak ke angka yang disebut sebagai yang tertinggi dalam sejarah. Populasi di sejumlah industri peternakan sekitar 30 persen dari kapasitas.

Dampaknya, menurut Djoni, harga beli sapi potong meningkat. Pada Juli 2020, harganya tercatat 3,2 dollar AS per kilogram berat hidup. Saat ini, harganya sekitar 3,95 dollar AS per kg berat hidup.

Berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia, angka itu setara Rp 55.556 per kg. Di sisi lain, harga beli yang sanggup diserap pemotong berkisar Rp 50.000 per kg berat hidup.

Baca juga: Polemik Pangan di Awal Tahun: Habis Kedelai, Terbitlah Daging Sapi

Impor daging kerbau India

Pemerintah Indonesia sendiri sudah mencoba mengurangi ketergantungan sapi impor asal Australia. Salah satunya dengan mengimpor daging kerbau dari India.

Daging kerbau dari Indonesia memang jauh lebih murah ketimbang sapi impor dari Australia. Bulog sendiri setiap tahun diizinkan mengimpor ratusan ribu ton daging kerbau India.

Namun impor daging kerbau India dalam jumlah besar nyatanya tak cukup efektif menurunkan ketergantungan pada daging sapi impor asal Australia. Bahkan impor daging kerbau juga sama sekali tak berefek ke harga daging sapi di pasaran. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com