Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dorong Produksi Lokal, Mentan Usulkan Kedelai Masuk Bagian Pangan Strategis

Kompas.com - 25/01/2021, 17:16 WIB
Yohana Artha Uly,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) mengusulkan kedelai menjadi bagian dari komoditas pangan strategis. Hal ini sebagai agenda permanen untuk meningkatkan produksi kedelai lokal.

Saat ini pemerintah menetapkan 11 pangan strategis, terdiri dari beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam ras, telur ayam ras, gula pasir, dan minyak goreng.

"Kami mengusulkan kedelai menjadi bagian 12 pangan strategis," ujar Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Senin (25/1/2021).

Baca juga: Bandingkan Lembaga Investasi di Beberapa Negara, Sri Mulyani Sebut LPI Mirip di India

Bersamaan dengan itu, agenda permanen yang juga dilakukan adalah memaksimalkan pasokan kedelai lokal dan hilirisasi produk kedelai. Hal ini ditargetkan bisa menjaga kestabilan harga kedelai dalam negeri.

Kementan juga menetapkan agenda temporary atau rencana kerja 200 hari dalam meningkatkan produksi kedelai. Hal ini dilakukan dengan penyiapan areal tanam seluas 325.000 hektar.

Kategori lahan yang ditanami kedelai yakni lahan kering, lahan tadah hujan, lahan tumpang sari dengan jagung dan tebu, serta di lahan perkebunan kelapa sawit yang baru berusia 4 tahun.

Lahan penanaman tersebar di berbagai daerah Indonesia, diantaranya Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tengara Barat, Lampung, Jambi, dan Banten.

"Dalam agenda temporary 200 hari itu juga meliputi pengendalian hama, penyiapan penananaman musim gadu, dan penyiapan pendanaan bagi petani kedelai," kata Syahrul.

Menurutnya, Kementan melalui surat kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 04/SR.210/M/1/2021 tanggal 18 Januari 2021 telah menajukan keringanan suku bunga KUR untuk pengembangan kedelai di tahun ini.

Baca juga: Pengusaha Ungkap Temuan Beras Impor Vietnam yang Rembes ke Pasar

Di sisi lain, dalam upaya stabilisasi harga kedelai yang tinggi dalam beberapa waktu terakhir, Kementan turut berupaya dengan menjalankan agenda SOS atau rencana kerja 100 hari. Hal itu dengan memperlancar pasokan kedelai ke pengrajin tahu-tempe pasar.

Selain itu, meningkatkan produksi benih kedelai yang akan digunakan dalam rencana kerja 200 hari. Sembari juga menyiapkan calon petani dan calon lokasi (CPCL) untuk penanaman kedelai, serta membentuk gugus tugas lintas kementerian dan lembaga (K/L).

"Ketiga agenda tersebut telah kami laporkan kepada Presiden pada 5 Januari 2021 sesuai dengan surat Menteri Pertanian Nomor 01/KM.120/M/1/2021," ungkapnya.

Syahrul mengatakan, dalam proses meningkatkan produksi kedelai lokal tentu tak bisa serta-merta menghalangi impor jika memang ada permintaan dari dalam negeri. Mengingat kedelai menjadi pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Namun demikian, ia memastikan ke depan importir akan diwajibkan untuk menyerap lebih dulu kedelai dari produksi dalam negeri.

"Tapi ada komitmen dari Kementan dan para importir, untuk mereka mau impor berapa, tapi beli dulu kedelai yang kita produksi (dalam negeri)," pungkas Syahrul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com