Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Polemik Pajak Pulsa, Simak Penjelasan Stafsus Sri Mulyani

Kompas.com - 30/01/2021, 19:40 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan skema baru pemungutan pajak pulsa dan token listrik menuai kontroversi. Aturan baru ini diklaim menjadi kepastian hukum dan penyederhanaan atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Serta Pajak Penghasilan (PPh) atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan Dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer.

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menyebut, pemungutan pajak PPN sebagaimana yang berlaku pada pajak pulsa sebenarnya bukan hal yang baru dan sudah diatur sejak era Presiden Soeharto.

Menurut dia, masyarakat seharusnya tak perlu kaget dengan aturan tersebut. Aturan baru ini sejatinya hanya diperuntukan untuk penyederhanaan dalam pengenaan PPN dan PPh atas pulsa atau kartu perdana, token listrik, dan voucer.

Baca juga: Klarifikasi Lengkap Sri Mulyani Soal Pajak Pulsa dan Token Listrik

PPN dan PPh dalam industri telekomunikasi yang dimaksud Yustinus adalah PP Nomor 28 Tahun 1988 yang ditegaskan dengan SE-48/PJ.31988 tentang Pengenaan PPN Jasa Telekomunikasi.

Dengan aturan itu, PPN atas jasa telekomunikasi yang kemudian sarana transmisinya berubah ke voucer pulsa dan pulsa elektrik telah dikenai pajak.

"Lho ternyata #ppn bukan barang baru ya? Jelas bukan. Bahkan usianya sudah 36 tahun dan mengalami berbagai perubahan. Tahun 1983 menandai era baru perpajakan dengan berubahnya official assesment ke self assessment (swalapor). Ciri demokratis pajak menguat dan ini sangat penting," cuit Prastowo melalui akun Twitter @prastow seperti dikutip pada Sabtu (30/1/2021).

"Jadi sesungguhnya tak perlu terjadi polemik dan kontroversi. Ini hal yg biasa, bahkan menguntungkan publik dan negara," kata dia lagi.

Baca juga: Sri Mulyani: Tidak Ada Pungutan Pajak Baru untuk Pulsa, Token Listrik, dan Voucer!

Pajak PPN sendiri diartikan sebagai pajak atas konsumsi barang atau jasa. Artinya bagi siapapun yang membeli barang atau memanfaatkan jasa yang menurut UU Nomor 8 Tahun 1983 harus dikenai pajak.

Masyarakat pengguna jasa telekomunikasi sebagai wajib pajak (WP) harus membayar PPN yang caranya dipungut oleh penjual barang atau jasa.

"Itulah kenapa PPN disebut pajak objektif, karena yang dikenai objeknya yaitu konsumsi. Disebut pajak tidak langsung, karena sasarannya konsumen barang/jasa tapi pemungutannya melalui pengusaha di tiap mata rantai," kata Yustinus Prastowo.

Jika dulu pemungut PPN jasa telekomunikasi, lanjut dia, hanya dilakukan Perumtel, kini seiring kecanggihan teknologi, seluruh provider penyedia jasa telekomunikasi memungut PPN.

Baca juga: Pemerintah Bakal Pungut Pajak untuk Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, hingga Token Listrik

"Mekanismenya normal, PPN dipungut di tiap mata rantai dengan PPN yang dibayar dapat dikurangkan, yang disetor selisihnya," lanjut Yustinus.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak ada objek pajak baru, sehingga pengenaan PPN tersebut tidak akan mempengaruhi harga token listrik, voucer pulsa fisik, voucer pulsa elektronik, dan kartu perdana.

"Ketentuan tersebut tidak berpengaruh terhadap harga pulsa atau kartu perdana, token listrik, dan voucer (pajak pulsa)," tulis Sri Mulyani di akun Instagram miliknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com