Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Pendapat Korporasi Raksasa Eropa dan AS soal Masa Depan Migas

Kompas.com - 04/02/2021, 12:23 WIB
Rully R. Ramli,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 dan perubahan iklim mengakibatkan perusahaan-perusahaan minyak dan gas (migas) raksasa terbagi ke dalam dua kubu. Kedua kubu ini memiliki visi yang berbeda terkait masa depan sektor migas.

Dilansir dari CNN, Kamis (4/2/2021), di satu sisi terdapat perusahaan-perusahaan Eropa, seperti British Petroleum (BP), Shell, dan Total yang tengah berupaya melakukan transisi menuju energi baru terbarukan (EBT).

Di sisi lain terdapat perusahaan migas asal Amerika Serikat (AS), yakni ExxonMobil dan Chevron. Mereka percaya, ledakan permintaan minyak akan kembali terjadi setelah pandemi mereda, meskipun tekanan ekonomi hijau tengah berlangsung.

Berdasarkan laporan keuangan, kedua kubu sama-sama terdampak signifikan oleh pandemi sepanjang 2020, dan masih akan dibayangi ketidakpastian pada tahun ini.

Baca juga: Debut Perdana BSI di Bursa, Berikut Analisis Saham BRIS

Pakar menilai, apabila perusahaan-perusahaan tersebut ingin melakukan perubahan, maka harus dilakukan secara cepat jika tidak ingin tertinggal dan mengalami kerugian signifikan.

“Kedua kubu tidak bisa benar. Miliaran dollar AS dipertaruhkan dalam hal ini,” ujar Direktur Minyak dan Gas Ceres, Andrew Logan.

Langkah transisi yang dilakukan BP, Shell, dan Total mulai terjadi, setelah ketiga perusahaah itu mengumumkan target pengurangan emisi gas rumah kaca hingga mencapai level nol persen pada 2050.

BP meyakini permintaan terhadap minyak telah mencapai puncaknya pada 2019. Oleh karenanya, perusahaan yang bermarkas di London itu berencana memangkas produksi minyak dan gas hingga 40 persen pada 2030, dimana pada saat bersamaan terus menambah investasi energi rendah tiap tahunnya.

Berbeda dengan BP, Shell justru dikabarkan akan menggenjot penjualan listrik dan menabah jaringan stasiun pengisian kendaraan listrik, sebagai bentuk pendekatan menuju transisi energi ramah lingkungan.

Sementara itu, Total Prancis menjadi perusahaan minyak besar pertama yang memutuskan hubungan dengan American Petroleum Institute. Ini menyusul sejumlah perpecahan dalam diskusi tentang kebijakan iklim.

Langkah-langkah raksasa migas asal Eropa ini dipicu oleh kritik bertahun-tahun dari para aktivis dan pemegang saham. Khususnya ketika Wall Street mulai selektif berinvestasi ke dalam perusahaan yang mau berkomitmen terhadap perubahan iklim dan keberlanjutan lingkungan.

Para raksasa Eropa diproyeksi mulai melaksanakan transisi menuju pada tahun ini. Transisi ini diyakini tidak akan mudah, mengingat perlu adanya pemangkasan yang dilakukan perusahaan-perusahaan itu.

Meskipun begitu, masa depan yang tidak pasti justru akan dihadapi oleh raksasa-raksasa migas asal AS, yang sejauh ini menolak perubahan besar pada bisnis mereka untuk melakukan transformasi ke arah energi yang lebih bersih.

Exxon bahkan melawan kampanye agresif dari aktivis investor yang meminta mereka memikirkan kembali pendekatannya soal energi bersih.

Meski begitu, Exxon sendiri mengaku akan menginvestasikan miliaran dollar pada teknologi yang mengurangi emisi hingga tahun 2025.

"Eropa tetap beberapa langkah ke depan, dan tahun ini kita harus mengharapkan akselerasi lebih lanjut," kata analis minyak Bernstein Oswald Clint.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com