Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPnBM Didiskon, Pemerintah Berisiko Kehilangan Penerimaan hingga Rp 2,3 Triliun

Kompas.com - 16/02/2021, 16:17 WIB
Mutia Fauzia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penerapan diskon Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil baru tentu saja berisiko terhadap pendapatan pajak.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, risiko penerimaan pajak yang hilang di kisaran Rp 1 triliun hingga Rp 2,3 triliun.

Jumlah tersebut merupakan hasil hitungan dari Kemenko Perekonomian bersama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan.

Baca juga: Mobil Konvensional Dapat PPnBM 0 Persen, Bagaimana dengan Mobil Listrik?

"Dengan pengurangan PPnBM potensial penurunan revenue-nya barangkali di angka Rp 1 triliun sampai dengan Rp 2,3 triliun-an untuk PPnBM di dua segmen kategori," ujar Susi dalam dialog virtual bertajuk Daya Ungkit untuk Ekonomi Bangkit, Selasa (16/2/2021).

Untuk diketahui, pemerintah menerapkan diskon pajak mobil baru atau PPnBM per 1 Maret 2021 mendatang.

Terdapat tiga skema penerapan diskon PPnBM, yang pertama diskon 100 persen untuk tiga bulan pertama, 50 persen untuk tiga bulan berikutnya, dan 25 persen di tiga bulan terakhir.

Relaksasi pajak ini hanya berlaku untuk pembelian mobil di bawah atau sama dengan 1.500 cc, yaitu untuk kategori mobil sedan dan mobil 4x2.

Nantinya, pemerintah juga berencana memberlakukan kebijakan ini untuk mobil di atas 1.500 cc.

Baca juga: Ekonom Nilai Relaksasi PPnBM Bisa Dongkrak Penjualan Mobil

Namun, kepastian kebijakan masih perlu menunggu hasil evaluasi bersama dari pelaksanaan kebijakan ini pada tahap pertama atau tiga bulan ke depan.

"Karena itulah dalam catatan kami, penurunan PPnBM ini selalu kami beri catatan. Satu, penerapannya bertahap; setiap tiga bulan akan mengubah kebijakannya. Kedua, kami lakukan evaluasi tiga bulanan. Nah di tahap awal ini yang kita sasar memang segmen menengah ke bawah," ujar Susi.

Susi menambahkan, kebijakan tersebut diharapkan bisa membantu menggerakkan beragam sektor perekonomian, mulai dari industri manufaktur hingga demand atau permintaan atas mobil baru.

Pasalnya, dengan adanya pembelian mobil baru yang terdongkrak akibat kebijakan tersebut, maka selain berdampak ke industri manufaktur otomotif, juga berdampak pada industri lain yang berkaitan dengan komponen kendaraan bermotor.

"Dari situ akan membuat produksi meningkat, menggerakkan industri pendukung, dan multiplayer effect yang lain," jelas Susi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com