Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda dengan Jiwasraya, Investasi BP Jamsostek Dinilai Sesuai Kaidah

Kompas.com - 12/03/2021, 17:28 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena unrealized loss atau kerugian tidak wajar pada kasus BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek sempat menjadi polemik, usai Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan terhadap badan penyelenggara jaminan sosial itu.

Profesor Keuangan Investasi IPMI International Business School, Roy Sembel menyebut, kasus BP Jamsostek terkesan dipaksakan, seolah sama dengan kerugian dalam kasus Jiwasraya.

Padahal kata dia, berdasarkan hasil kajian menunjukkan proses investasi portofolio BP Jamsostek sudah prudent dan sesuai kaidah-kaidah investasi. Alokasi aset telah memperhatikan aspek pengelolaan resiko yang relatif baik.

"Secara garis besar, investasi dimulai dengan strategi mengalokasikan dana investasi ke dalam beberapa kelas aset sesuai tujuan investasi, saham, reksadana, deposito, obligasi dan bahkan properti serta penyertaan langsung,” kata Sembel dalam keterangan tertulis, Jumat (12/3/2021).

Baca juga: Terdampak Pandemi, Laba Bukit Asam Turun Jadi Rp 2,4 Triliun

Sembel mengungkap BP Jamsostek sudah melakukan strategi pemilihan sekuritas yang cocok dengan tujuan investasi dalam masing-masing kelas aset. Pemilihan manager investasi ini relatif ketat sebab syaratnya harus memiliki dana kelolaan minimal Rp 1,5 triliun.

Lebih jauh dia memaparkan, data portofolio saham BP Jamsostek diinvestasikan pada saham-saham LQ-45, yang dominan terdiri dari saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan relatif likuid.

“Kerugian yang terjadi (yang masih belum direalisasikan atau disebut unrealized loss) masih sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia. Hal itu tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan resesi ekonomi,” ucap dia.

Menurut Sembel, unrealized loss pada BP Jamsostek naik turun sesuai dengan naik turunnya IHSG. Saat IHSG di level 5.979 pada 31 Desember 2020, unrealized loss mencapai Rp 22,308 triliun.

Kemudian ketika IHSG di level 6.429 pada 20 Januari 2021 lalu, unrealized loss menurun menjadi Rp 14,417 triliun atau 2.91 persen dari total portofolio Rp 495 triliun. Mayoritas disebabkan oleh penurunan kinerja emiten BUMN.

“Bukan tak mungkin, ketika IHSG di level 7.000, bukan unrealized loss, tapi bisa berbalik arah menjadi unrealized gain. Hal ini bisa dilihat naik turunnya potential loss itu sangat tergantung dari pergerakan IHSG," jelas dia.

Beda dengan Jiwasraya

Tak cukup sampai di situ, Sembel menemukan kerugian berbeda dengan kerugian portofolio investasi pada kasus Jiwasraya. Portofolio saham-saham Jiwasraya termasuk golongan saham kualitas rendah, tidak likuid dan mempunyai kaplitalisasi pasar yang kecil alias saham gorengan.

Ada perbedaan dari sisi alokasi aset. Misalnya, porsi saham dan reksa dana di Jiwasraya lebih dari 91 persen per 31 Desember 2019. Sementara porsi saham dan reksadana BP Jamsostek hanya 23,56 persen pada 31 Desember 2020.

“Jadi, kerugian portofolio saham BP Jamsostek masih di atas kertas yang wajar sebagai risiko investasi, dan bisa kembali untung sejalan dengan membaiknya ekonomi setelah Pandemi Covid-19," pungkasnya.

Baca juga: Beda Kasus BP Jamsostek dan Upaya Menepis Trauma Jiwasraya dan Asabri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com