Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awali Pekan, Rupiah dan IHSG Melemah

Kompas.com - 15/03/2021, 09:39 WIB
Kiki Safitri,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pagi ini berada di zona merah pada awal perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Senin (15/3/2021). Demikian juga dengan rupiah yang melemah di pasar spot.

Melansir data RTI, pukul 09.13 WIB, IHSG berada pada level 6.344,57 atau turun 13,6 poin (0,21 persen) dibanding penutupan sebelumnya pada level 6.358,2.

Sebanyak 193 saham melaju di zona hijau dan 148 saham di zona merah. Sedangkan 202 saham lainnya stagnan. Adapun nilai transaksi hingga saat ini mencapai Rp 1,37 triliun dengan volume 2,15 miliar saham.

Baca juga: IHSG Lanjutkan Penguatan? Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Bursa Asia pagi ini mayoritas hijau, dengan kenaikan indeks Hang Seng Hong Kong 1,26 persen, indeks Strait Times Singapura 0,6 persen, dan Nikkei 0,31 persen. Sementara itu, indeks Shanghai Komposit melemah 0,05 persen.

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyebutkan, IHSG berpotensi konsolidasi cenderung tertekan jika Yield Obligasi Pemerintah AS kembali naik di pekan ini.

Kenaikan Yield berpeluang terjadi pasca paket stimulus AS sebesar 1,9 triliun dollar AS menjadi Undang-Undang.

Meskipun paket ini menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan di awal pekan, stimulus juga berpotensi mendorong Yield obligasi permerintah AS bergerak naik. Ekonomi AS juga diperkirakan akan tumbuh lebih dari 5 persen dari perkiraan sebelumnya 4 persen.

“IHSG berpeluang konsolidasi melemah karena potensi kenaikan yield obligasi USA yang menjadi sentimen negatif dan mempengaruhi pasar,” kata Hans dalam rekomendasinya.

Pemulihan ekonomi yang cepat berpotensi mendorong inflasi lebih tinggi dan pada akhirnya menaikan suku bunga. Selain itu juga berpotensi menaikan minat pelaku pasar akan aset berisiko di AS dan menyebabkan dollar AS menguat.

Secara jangka pendek, stimulus akan menyebakan likuditas dollar AS yang longgar di pasar keuangan, sehingga berpotensi memperlemah dollar AS terhadap mata uang negara lain.

Sebagai informasi, pekan lalu imbal hasil Treasury 10 tahun AS kembali naik 10 basis poin menjadi 1,64 persen. Ini merupakan level tertinggi sejak Februari 2020 dan mendorong suku bunga acuan 2021 ke level 0,92 persen.

Menurut Hans, kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah USA telah mendorong investor untuk menjual saham-saham teknologi di Nasdaq. Ini menyebabkan indeks saham acuan teknologi AS tersebut ditutup negatif pagi ini dengan penurunan 0,5 persen.

Di sisi lain, kenaikan suku bunga yang tajam dapat memberikan tekanan yang sangat besar pada saham-saham teknologi dengan pertumbuhan tinggi karena mengurangi potensi keuntungan di masa depan. Menurut dia, Bank Sentral AS The Fed juga kurang dovish dan merupakan ancaman terbesar bagi aset berisiko.

Sementara itu, rotasi diperkirakan masih akan terjadi. Investor akan membeli saham yang diuntungkan dengan adanya pembukaan dan pemulihan ekonomi setelah disahkannya stimulus fiskal sebesar 1,9 triliun dollar AS menjadi undang-undang.

Menurut Hans, saham-saham siklikal yang diuntungkan pemulihan ekonomi di buru pelaku pasar. Di sisi lain tekanan jual masih akan terjadi terhadap emiten sektor teknologi yang mengandalkan pertumbuhan dengan menggunakan pinjaman berbunga rendah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com