Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potret Susutnya Lahan Pertanian dan Profesi Petani yang Terancam Punah

Kompas.com - 24/03/2021, 09:03 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia sering dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani atau hidup dari bercocok tanam.

Namun kini sebutan itu tampaknya perlu dipertanyakan lagi. Pasalnya, profesi petani tak lagi mendominasi mata pencaharian penduduk Indonesia.

Dari tahun ke tahun, makin banyak petani yang memilih alih profesi. Profesi tersebut kian tak diminati di Indonesia, sehingga membuat jumlah petani yang ada terus menurun dan menimbulkan ancaman punahnya profesi petani.

Ancaman tersebut bukan isapan jempol belaka. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengungkap data mencengangkan terkait hal ini.

Bappenas bahkan memperkirakan pada 2063 tak ada lagi profesi petani. Hal ini seiring dengan turunnya pekerja di sektor pertanian.

Profesi selain petani lebih disenangi

Plt Direktur Pembangunan Daerah Kementerian PPN/Bappenas Mia Amalia mengatakan, pada tahun 1976 proporsi pekerja Indonesia di sektor pertanian mencapai 65,8 persen. Namun, di 2019 turun signifikan menjadi hanya 28 persen.

Baca juga: Bukan Karena Isu Impor, Mendag Beberkan Penyebab Harga Gabah Petani Anjlok

Dari data itu saja sudah cukup menggambarkan bahwa Indonesia tak lagi didominasi oleh penduduki dengan mata pencaharian bercocok tanam. Petani bukan lagi profesi mayoritas di Indonesia, atau kalah saing dibanding profesi lainnya.

"Apabila kita menggunakan tren ini dalam perhitungan linear, tentu saja hasilnya cukup mencengangkan, mungkin di 2063 tidak ada lagi yang berprofesi sebagai petani seperti yang kita kenal. Mudah-mudahan hal ini bisa kita lawan," ujar Mia Amalia dalam webinar Bappenas, Selasa (23/3/2021).

Faktanya memang para pekerja sektor pertanian telah beralih profesi ke sektor lain. Ini tecermin dari sektor jasa yang proporsi pada 1976 sebesar 23,57 persen menjadi sebesar 48,91 persen di 2019.

Begitu pula dengan proporsi pekerja di sektor industri yang meningkat menjadi 22,45 persen di 2019 dari sebelumnya 8,86 persen di tahun 1976.

Mia mengatakan, penurunan jumlah pekerja di sektor pertanian sejalan dengan semakin berkurangnya lahan pertanian. Pada 2013 lahan pertanian mencapai 7,75 juta hektar namun di 2019 turun menjadi 7,45 juta hektar.

Lahan pertanian terus berkurang

Salah satu faktor pendorongnya adalah perubahan tata guna lahan akibat pesatnya urbanisasi. Padahal di 2045 penduduk yang tinggal di perkotaan diperkirakan semakin naik mencapai 67,1 persen.

Baca juga: Indonesia Langganan Impor Garam dari Negara Mana Saja?

"Itu setara dengan 68,3 juta orang atau setara pula dengan populasi penduduk Thailand di 2017," imbuh dia.

Ia mengatakan, pangan menjadi kebutuhan dasar bagi setiap penduduk, terlebih yang tinggal di kawasan perkotaan yang jauh dari sentra produksi pangan. Sayangnya, lahan pertanian justru kian menurun.

Mia bilang, di sejumlah negara pembangunan perkotaan memang telah menjadi pendorong utama pembangunan nasional dan transformasi sosial, yang bekontribusi pada peningkatan pendapatan rumah tangga, peningkatan status gizi anak, serta kemudahan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com