Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom Indef: BUMN Utangnya Ribuan Triliun, Setoran Labanya “Seupil”

Kompas.com - 24/03/2021, 17:40 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom senior Institute for Develompent of Economic and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan, saat ini utang BUMN mencapai Rp 2.100 triliun.

“Jadi sekarang BUMN itu tumpukan utang, sangat banyak. Kalau BUMN diberikan mandat, main embat aja, perkara resikonya urusan belakangan. Kita siap-siap saja presiden berikutnya menerima tumpukan utang yang sangat besar,” ujar Didik dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (24/3/2021).

Baca juga: Ada LPI, Sri Mulyani Tak Ingin BUMN Hanya Andalkan Suntikan Pemerintah

Sementara itu, lanjut Didik, setoran laba BUMN sangat kecil. Berdasarkan data yang dia paparkan, setoran tertinggi BUMN ada pada PT Bank Rakya Indonesia (BRI) sebesar Rp 11 triliun.

“Sekarang BUMN ini penyerahan labanya kepada pemerintah, utangnya ribuan triliun, setoran labanya itu seupil. Yang paling besar BRI Rp 11 triliun, Telkom Rp 8 triliun, BNI Rp 2 triliun, pupuk subsidinya Rp 30 triliun, perolehan labanya Rp 1 triliun. Jadi BUMN ini saya kira binatang yang antara diperlukan dan tidak diperlukan. Diperlukannya karena dia mengeksekusi kegiatan ekonomi, tapi beban utangnya sangat banyak,” kata dia.

Belum lagi, lanjut Didik, saat ini banyak perusahaan pelat merah yang merugi dan memiliki banyak utang. Misalnya, PT Garuda Indonesia dan PT Krakatau Steel.

"Sudah utangnya banyak, menyusu kepada APBN, setorannya kepada APBN kecil, yang paling besar BRI Rp 11 triliun, sisanya cuma Rp 100-200 miliar, yang rugi banyak dan menjadi beban negara. Jadi BUMN ini sekarang jadi beban kelas berat, ini harus diperhatikan dalam pengembalian keputusan,” ucap dia.

Baca juga: Soal Rangkap Jabatan Petinggi BUMN, Stafsus Erick Thohir: Kami Belum Mendapatkan Data dari KPPU

Didik melanjutkan, jika utang BUMN ditambah dengan utang pemerintah, maka jumlahnya mencapai Rp 8.000 triliun lebih. Jumlah ini melonjak drastis dibandingkan masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Jadi memang sekarang utang abis-abisan, resikonya belakangan. Kalau saya secara politis mau mengingatkan, bahwa presiden berikutnya beratnya menghadapi warisan utang ini,” ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com