Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Minta Menaker Tidak Keluarkan Surat Edaran Pembayaran THR Dicicil

Kompas.com - 06/04/2021, 20:28 WIB
Yoga Sukmana

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban meminta agar pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan tahun ini tidak dicicil.

Dia pun berharap agar Menteri Ketenagakerjaan tak lagi mengeluarkan surat edaran yang menyatakan bahwa THR bisa ditunda atau dicicil. Menurut Elly, bila terdapat surat edaran mengenai pembayaran THR ini, maka hal ini akan melegitimasi perusahaan-perusahaan yang sebenarnya sudah mampu atau pulih untuk mencicil atau menunda pembayaran THR.

Elly mengatakan, meski surat edaran ini belum dikeluarkan, tetapi dia mengatakan para buruh sudah ditakutkan atas wacana ini. Bahkan, para buruh sudah mengancam dan bertanya kapan aksi menolak kebijakan THR yang dicicil akan dilakukan.

"Sementara kami belum menentukan kapan aksi, tetapi kami akan mendorong supaya surat edaran itu tidak keluar, kalaupun ada wacananya biar saja itu statement tidak tertulis. Tetapi jangan ada surat edaran karena nanti akan membuat buruh semakin menderita," kata Elly kepada Kontan.co.id, Selasa (6/4/2021).

Meski demikian, Elly pun mengatakan, perundingan bipartit mengenai pembayaran THR ini masih bisa dilakukan. Khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang belum pulih, misalnya yang bergerak di sektor perhotelan hingga retail dan lainnya.

Perundingan tersebut harus dilakukan secara transparan dengan menunjukkan pembukuan atau laporan keuangan selama 2 tahun terakhir.

Baca juga: Menaker Ida: Meski Ekonomi Belum Pulih, Pengusaha Wajib Berikan THR kepada Buruh

"Kalau misalnya bisa ditunjukkan benar-benar pembukuannya, laporan keuangannya selama 2 tahun terakhir, dibicarakan dan transparansi antara perwakilan buruh dan manajemen, dan diperlihatkan juga kepada Dinas Ketenagakerjaan baru dibuat seperti apa keputusannya apakah dengan mencicil. Jangan dipukul rata bisa mencicil dengan alasan tidak produksi atau tidak melakukan kegiatan," katanya.

Lebih lanjut, Elly juga meminta pemerintah satu suara atas keputusan yang diambil. Hal ini mengingat adanya pernyataan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang meminta pengusaha untuk membayar THR secara penuh, di satu sisi Menteri Ketenagakerjaan masih menyusun skema pembayaran THR.

"Kedua menteri ini jangan ada 2 opini. Mereka kan sama-sama pemerintah. Ikuti saja apa yang dikatakan Pak Airlangga, memang akan ada kekecewaan para pengusaha, tapi kan kita sudah melihat ekonominya sudah bangun, walau masih ada seperti hotel dan retail yang masih terpengaruh," jelasnya.

Hal senada pun diungkapkan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Dia meminta supaya pembayaran THR tidak dicicil tahun ini.

Namun, bila ada perusahaan yang masih terpuruk, solusi yang bisa dilakukan adalah berunding dengan serikat pekerja atau perwakilan buruh dengan memberikan laporan keuangan selama 2 tahun terakhir. Setelahnya, buruh dan perwakilan manajemen menghadap Dinas Ketenagakerjaan untuk melihat apakah perusahaan tersebut mampu atau tidak membayar THR. Sehingga bukti yang terlihat tak hanya dari kasat mata tetapi juga akuntabel dan terukur.

"Apakah bisa dilakukan bipartit, bisa saja, sepanjang ada bukti-bukti kasat mata yang terlihat dan laporan pembukuan perusahaan yang merugi dalam 2 tahun terakhir yang diserahkan ke dinkes dengan terlebih dahulu melakukan negosiasi ke serikat pekerja atau perwakilan buruh," katanya. (Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat)

Baca juga: KSPI: 54 Perusahaan Belum Lunas Bayar THR 2020

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Buruh minta menaker tak keluarkan surat edaran soal kelonggaran pembayaran THR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com