KOMPASIANA---Perempuan Indonesia mesti bisa menjalankan peran mereka sebagai perempuan seutuhnya, termasuk merdeka atas kesehatan dirinya.
Kita tahu, akses pelayanan kesehatan bagi perempuan juga belum merata, sehingga banyak perempuan khususnya di daerah sulit memperoleh layanan kesehatan yang memadai.
Untuk itulah, paling tidak, perempuan sudah bisa mengenali hak-hak kesehatan pada dalam dirinya.
Kemudian, perempuan juga bebas menentukan pilihan terhadap tubuh mereka, barulah setelah itu bisa menginspirasi perempuan lainnya.
Oleh karena itulah pada kelompok perempuan masih ada beberapa masalah kesehatan yang khas dan menjadi PR dari waktu ke waktu. Sudah siapkah kita?
1. Period Poverty, Sulitnya Akses Produk dan Pengetahuan Menstruasi di Indonesia
Period poverty atau kemiskinan menstruasi adalah kesulitan akses perempuan dan anak perempuan untuk mendapatkan produk kebutuhan menstruasi yang aman dan higenis serta akses pengetahuan mengenai menstruasi.
Penyebabnya terbanyak disebabkan oleh permasalahan ekonomi dan juga stigma masyarakat mengenai menstruasi.
Kompasianer eniffer Gracellia menjelaskan, yang dimaksud dengan produk kebutuhan menstruasi bukan hanya pembalut atau tampon, tapi obat pereda nyeri seperti parasetamol atau ibuprofen serta pakaian dalam.
"Period poverty akan lebih parah dirasakan oleh perempuan yang tinggal di daerah konflik atau zona perang, daerah pasca-bencana dan juga perempuan penyandang disabilitas," tulisnya.
Period poverty, lanjutnya, juga bukan hanya mengenai sulitnya akses terhadap produk kebutuhan menstruasi karena permasalahan ekonomi, namun juga akses yang terbatas. (Baca selengkapnya)
2. Paradoks Perkawinan Anak di Bawah Umur Saat Pandemi
Di dalam hukum perdata, perkawinan merupakan salah satu bentuk dari perikatan atau perjanjian. Perjanjian sejatinya dibuat minimal oleh dua orang.
Agar perjanjian tersebut dianggap sah secara hukum, maka harus memenuhi beberapa persyaratan. Salah satunya cakap. Cakap adalah orang-orang yang mampu melakukan perbuatan hukum.
Anak-anak masuk ke dalam kategori tidak cakap. Itu sebabnya, menurut Kompasianer Dani Ramdani dalam syarat perkawinan ada pembatasan umur yang harus dipenuhi guna memenuhi unsur cakap tadi.