KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Kekuatan Storytelling

Kompas.com - 24/04/2021, 08:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA memiliki teman seorang eksekutif yang sangat cemerlang serta memiliki wawasan dan pengetahuan yang sangat luas. Namun, ketika presentasi, materi yang ia sampaikan justru terasa dingin dan kaku.

Tidak ada pembicaraan yang bisa membuat presentasinya lebih berwarna dan hidup. Akibatnya, walaupun pendengar biasanya setuju dengan yang dikemukakan dalam presentasi, teman saya sulit menjadi sahabat atau diingat pendengarnya.

Mengapa bisa demikian? Alasannya sederhana. Presentasinya tidak diberi “bumbu” yang dapat memancing imajinasi audiens. Alhasil, mereka harus berkonsentrasi penuh untuk menyerap kata-kata, angka, dan data yang disajikan.

Kemampuan manusia dalam menyerap informasi berupa angka dan data memang tidak terlalu bagus. Berdasarkan studi Profesor Jennifer Aaker dari Universitas Stanford, hanya 5 persen dari mahasiswa yang ia teliti dapat mengingat angka-angka statistik. Sementara, 63 persen mahasiswa justru dapat mengingat cerita.

Beragam penelitian mengenai memori manusia juga membuktikan bahwa fakta-fakta kritis, data, dan analisis akan lebih menggugah emosi bila dikaitkan dengan cerita tertentu. Bahkan, penyajian materi dengan cara demikian dapat lebih menggerakkan orang untuk mengambil tindakan.

Data memang dapat memengaruhi orang, tetapi tidak bisa menginspirasi sampai membuat orang bertindak. Sementara itu, cerita dapat menembus area yang tidak sanggup digapai analisis kuantitatif, yaitu hati kita.

Sebuah cerita dapat membuat hati membara dan mengarahkan jiwa. Terlihat, betapa ampuhnya cerita dalam memengaruhi orang di segala bidang, mulai dari menjual produk, mengajar, hingga menyebarluaskan agama dan ideologi.

Storytelling merupakan keterampilan yang sudah ada sejak dahulu kala. Sebelum ada buku, surat kabar, telepon, dan telegram, apalagi internet, nenek moyang kita sudah menceritakan dongeng kepada anak cucunya.

Kita pasti senang dengan cerita yang bagus. Bila mendengarnya, kita akan menyimak, berimajinasi, dan mengingatnya. Bahkan, kita dapat menceritakannya kembali beberapa tahun kemudian bila cerita tersebut berkesan bagi kita.

Riset menunjukkan, cerita dapat menyentuh pusat-pusat sensori di dalam otak pendengar sehingga membuat mereka seolah-olah masuk dalam cerita tersebut dan mengalaminya sendiri.

Oleh karena itu, cerita yang bagus dapat mengaduk emosi, menarik perhatian, dan diingat terus. Konsep yang kompleks pun dapat dipahami dengan mudah bila dikemas dalam bentuk cerita.

Lantas, bagaimana penggunaan storytelling dalam dunia bisnis?

Menularkan nilai melalui storytelling

Howard Gardner berpendapat, “Leaders achieve their effectiveness largely through the stories they relate.” Cerita yang menarik biasanya menggunakan kata-kata, gambar, atau bayangan yang tepat sehingga dapat membangkitkan imajinasi dan membuat konsep menjadi hidup.

Dalam bisnis dan politik, kita dapat menggunakan cerita untuk menggambarkan pentingnya inisiatif tertentu, memperkuat nilai tambah suatu produk, atau menekankan alasan pentingnya sebuah organisasi untuk berubah. Metode yang kuno ini ternyata masih efektif untuk membangun kepercayaan dan menggugah orang untuk berubah.

Sebagai contoh, organisasi kerap mengalami kesusahan dalam menularkan pengalaman-pengalaman para senior kepada generasi yang lebih muda. Pengalaman ini tidak bisa hanya ditularkan melalui tulisan, prosedur-prosedur standar, maupun kelas pelatihan. Di sinilah, storytelling bisa menjadi metode yang efektif untuk menyebarkan tacit knowledge dengan adanya muatan emosi di dalamnya.

Tak heran, perusahaan global mengasah kemampuan storytelling para pekerjanya. Setiap eksekutif senior Nike, misalnya, wajib menguasai 13 langkah membuat cerita dan menceritakannya di depan publik.

P&G bahkan mendatangkan sutradara film Hollywood untuk melatih para eksekutifnya terampil melakukan storytelling. Motorola pun memiliki kegiatan-kegiatan drama untuk mengasah kemampuan storytelling jajaran manajemen mereka.

The power of narrative

Eileen Rachman.Dok. EXPERD Eileen Rachman.

A story describes what happened, a good story helps you see what happened, and a great story helps you feel what happened.

Menurut Steve Denning, setiap cerita yang baik harus mengandung tiga unsur.

Pertama, cerita perlu berfokus pada hal positif dengan akhir bahagia dan mengandung kisah sukses. Kedua, cerita perlu memiliki "pahlawan" yang menjadi fokus cerita. Ketiga, cerita perlu mengambil tema yang tidak biasa agar dapat menarik perhatian pendengarnya.

Meski demikian, membuat cerita memang tidak semudah membalikkan tangan. Kekurangan ide akan cerita menarik kerap menjadi hambatan utama dalam bercerita.

Oleh karena itu, kita memang perlu banyak membaca, mengobrol dengan berbagai macam orang, dan mencari contoh-contoh yang dapat kita gunakan.

Cara terbaik, kita dapat menceritakan cerita kita sendiri. Hal ini dilakukan oleh teman saya. Ketika memulai pelatihan presentation skills, teman saya selalu menceritakan kisah betapa ia dulu takut tampil di depan umum.

Ia bergulat dengan dirinya sendiri sampai akhirnya bisa menguasai panggung. Kisah ini menjadi inspirasi peserta pelatihan. Jika ia bisa melakukannya, anggapannya peserta pelatihan pun dapat melakukannya juga.

Selain memperhatikan teknik, seperti intonasi suara, phrasing, dan penggunaan bahasa tubuh dalam membawakan sebuah cerita, ada tujuh elemen yang perlu diingat dalam storytelling.

Pertama, tentukan konteks cerita sehingga pendengar mudah memahami big picture secara keseluruhan.

Kedua, gunakan metafora dan analogi agar pendengar mudah terpengaruh oleh isi ceritanya.

Ketiga, rangsang sebanyak mungkin emosi pendengar. Studi mengatakan bahwa banyak pengambilan keputusan individu didasarkan atas emosi.

Keempat, jaga agar cerita tetap konkret dan teraga. Cerita yang tidak realistis sulit dijangkau pendengar. Karenanya, cerita tidak akan terekam oleh ingatan.

Kelima, selipkan kejutan yang dapat membuat pendengar melepas adrenalinnya.

Keenam, sesuaikan narasi dengan lingkungan pendengar. Narasi dalam lingkungan bisnis sebaiknya lebih singkat dan padat.

Ketujuh, undang partisipasi pendengar untuk turut serta memberi komentar dalam cerita sehingga membuat mereka lebih memiliki cerita tersebut.

People will tell stories about you and your company whether you want them to or not. Fortunately, you can help choose which ones they tell. The way you do that? You tell them first.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com