Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapkan Pasar Karbon, Pemerintah Godok Mekanisme Harganya

Kompas.com - 05/05/2021, 07:01 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia sedang mempersiapkan pasar karbon (carbon market) untuk perdagangan karbon.

Jenis perdagangan ini berupa jual beli sertifikat kepada negara yang berhasil mengurangi emisi karbon. Selain potensi pendapatannya yang besar, perdagangan karbon menjadi salah satu cara pemerintah mengurangi emisi gas rumah kaca.

"Indonesia kini sedang mempersiapkan pasar karbon," kata Sri Mulyani di Pertemuan Tahunan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) secara virtual, Selasa (4/5/2021).

Bendahara negara ini mengungkapkan, pemerintah akan mengatur mekanisme harga karbon dan aturan lainnya dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres).

Baca juga: Lowongan Kerja BUMN di PT Len Industri, Ini Posisi dan Syaratnya

Pihaknya pun akan berdiskusi dengan otoritas sektor keuangan yang akan mengatur, mengontrol, dan memantau mekanisme harga sehingga lebih kredibel.

"Jadi sekali lagi, mekanisme harga karbon, regulasi pasar karbon, dan komitmen kita akan menjadi sangat penting bagi kita untuk dapat mengatasi masalah perubahan iklim," ujar wanita yang akrab disapa Ani ini.

Lebih lanjut dia menuturkan, pemerintah telah berkomitmen mengatasi krisis iklim. Hal ini tecermin dari adanya alokasi anggaran untuk masalah yang berfokus pada perubahan iklim dalam APBN.

Sri Mulyani menyebut, Kementerian Keuangan menganggarkan 4,1 persen dana APBN untuk mengatasi krisis iklim. Bahkan isu ini masuk ke dalam jajaran program prioritas pemerintah, yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

"Kami mengalokasikan 4,1 persen dari anggaran negara untuk aksi penanganan perubahan iklim. Kami melacak anggaran tersebut sehingga dapat konsisten, kredibel, dan transparan," ucapnya.

Baca juga: Ini Cara Dapat Bantuan Subsidi Uang Muka Rp 32,4 Juta dari Pemerintah

Sri Mulyani merinci, pemerintah sudah melakukan sejumlah aksi untuk mengatasi krisis iklim. Contohnya adalah mempekerjakan masyarakat untuk menjaga hutan.

Pembukaan lapangan kerja ini merupakan salah satu bidang yang bisa disediakan pemerintah, sekaligus mengurangi pengangguran yang meningkat akibat Covid-19.

Dari sisi fiskal, pemerintah menerbitkan green bonds (obligasi berwawasan lingkungan) sebagai instrumen pembiayaan. Dalam penerbitannya, pemerintah menggandeng lembaga yang berfokus pada aksi lingkungan dan iklim.

"Ini sangat penting karena kita tahu, perubahan iklim tidak dapat terjadi tanpa pembiayaan dan teknologi. Jadi, kami harus konsisten dengan pembiayaan (berwawasan lingkungan), instrumen fiskal, dan sumber pembiayaan filantropi sektor swasta," pungkas Ani.

Baca juga: Baru Berusia 27 Tahun, Pencipta Ethereum Kini Sudah Berstatus Miliarder

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com