Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bicara Reformasi Pajak 2022, Sri Mulyani Singgung soal PPN

Kompas.com - 20/05/2021, 13:33 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan mengejar peneriman pajak pada tahun 2022. Hal disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menyebut terus melakukan reformasi kebijakan di bidang perpajakan tahun 2022.

Reformasi kebijakan bakal diarahkan untuk perluasan basis pajak dan mencari sumber baru penerimaan negara. Dia lantas menyebut beberapa jenis pajak mulai dari PPN hingga PPh.

"Hal ini dilakukan antara lain dengan penyempurnaan pemungutan PPN dan mengurangi regresifitasnya, penguatan kebijakan pengenaan pajak penghasilan khususnya bagi orang pribadi, serta potensi pengenalan jenis pungutan baru," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna RAPBN Tahun 2022 secara virtual, Kamis (20/5/2021).

Baca juga: RAPBN 2022, Pemerintah Patok Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2-5,8 Persen

Kendati demikian, Sri Mulyani tak merinci lebih jauh penyempurnaan apa yang bakal dilakukan, dari sisi tarif atau mekanisme pemungutan.

Namun dia bilang, reformasi perpajakan akan mengarah pada penyelarasan sistem agar sesuai dengan best practice, dan mampu mengantisipasi dinamika faktor sosial-ekonomi dalam jangka menengah dan panjang.

"Reformasi perpajakan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program reformasi perpajakan yang telah diluncurkan pada tahun 2017," ungkap wanita yang akrab disapa Ani ini.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu lalu menjelaskan, reformasi dilakukan untuk menciptakan sistem perpajakan yang sehat dan adil.

Sehat artinya efektif sebagai instrumen kebijakan, optimal sebagai sumber pendapatan, serta adaptif dengan perubahan struktur dan dinamika perekonomian.

Baca juga: Kapan Seharusnya Jalan Tol di Indonesia Gratis?

Sementara adil artinya memberikan kepastian perlakukan pemajakan, mendorong kepatuhan sekarela wajib pajak, dan menciptakan keseimbangan beban pajak antar-kelompok pendapatan dan antar-aspek.

Asal tahu saja, pendapatan negara termasuk dari sisi pajak terkontraksi hingga -16 persen. Sedangkan belanja negara meningkat 12,3 persen mencapai Rp 2.593,5 triliun selama pandemi Covid-19. Maka itu diperlukan konsolidasi fiskal yang harus dilakukan meski sangat sulit dan berat.

"Ini merupakan bentuk disiplin fiskal yang sangat menantang di tengah begitu banyaknya kebutuhan pembangunan yang sangat mendesak," tandas Sri Mulyani.

Baca juga: Tolak Wacana Tax Amnesty Jilid II, Kadin: Nanti Ditertawakan Negara Lain

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com