Oleh: Frangky Selamat
SUATU malam di sebuah pusat oleh-oleh terbesar di Bali, seorang pemuda menatap layar televisi, menyimak serius pemberitaan rencana kunjungan menparekraf ke Bali.
Kurang dari satu bulan kemudian tersiar berita Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno akan berkantor di Bali untuk mengawal langsung pemulihan sektor pariwisata di sana.
"Berkantor di Bali paling tidak sebulan sekali beberapa hari, ini berkantor bener ya, bukan berkunjung, tapi berkantor," kata dia dalam keterangan tertulis seperti diberitakan Kompas.com (24/1/2021).
Baca juga: ASN Bekerja dari Bali, Apakah Boleh Bawa Keluarga?
Pak menteri berharap mampu melihat secara langsung kondisi pariwisata di Bali yang menjadi gantungan hidup 80 persen masyarakat di sana.
Empat hari kemudian, dalam siaran pers tertulis menparekraf mengajak para pengusaha dan kalangan profesional untuk bekerja sambil berwisata di Bali.
Gaungnya belum terasa, sampai pada Mei 2021 Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenkomarves) mencanangkan work from Bali bagi para aparatur sipil negara (ASN).
Adapun Kemenkomarves membawahi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Pertanian dan Kementerian Investasi.
Inisiasi ini tentu disambut antusias para pelaku wisata di Bali walau sejumlah pengamat mempertanyakan kebijakan yang dianggap memboroskan anggaran dan kenapa tidak mempercepat program vaksinasi.
Faktor pendorong
Jauh sebelum pandemi terjadi dan seruan work from Bali untuk membantu pemulihan pariwisata, work from everywhere telah terjadi.
Work in Bali juga telah dilakukan bagi sejumlah pengembara digital (digital nomad). Mereka yang bekerja secara digital, tidak menetap di satu tempat, maka disebut pengembara.
Orel (2020) menyebutkan dalam beberapa tahun terakhir nomadic atau bekerja secara mobile telah tumbuh secara dahsyat di antara pekerja di seluruh dunia.
Mode ini membantu pekerja bebas dari batasan kerja yang bersifat spasial, yaitu berkenaan dengan tempat atau ruang. Mereka juga bebas secara temporal yaitu yang berkenaan dengan waktu.
Baca juga: Ikuti Ajakan Luhut, Bos OJK Coba Kerja dari Bali
Ada lima faktor esensial yang mendorong tren ini. Pertama, membangun ruang kerja pribadi. Kedua, memahami nilai kerja sama.
Yang ketiga, memperoleh pengalaman baru. Keempat, mencari sumber daya yang tepat. Kelima, munculnya motivasi akan lingkungan yang lebih kondusif.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.