Oleh: Frangky Selamat dan Fianny Andrea
DI ATAS panggung yang berdiri megah, empat orang mahasiswa dengan semangat membara menjelaskan gagasan rencana bisnis yang mereka ciptakan di hadapan dewan juri dan tatapan takjub puluhan penonton.
Layar lebar dan sorotan lampu menampakkan jelas aura spirit muda yang tidak kenal lelah. Iming-iming hadiah uang membuat mereka makin bergairah.
Kondisi pandemi tidak menyurutkan semangat anak muda untuk menggelar kompetisi bisnis dalam protokol kesehatan yang ketat.
Selain diselenggarakan secara luring, live streaming melalui YouTube pun disediakan panitia agar mahasiswa yang tidak bisa hadir di tempat dapat tetap menyaksikan rekan-rekan mereka beraksi.
Ketika kegiatan di kampus ditiadakan, ajang kompetisi bisnis ini seolah menjadi oasis, memberikan kesegaran sejumlah mahasiswa untuk kembali beraktivitas dan menuangkan ide-ide bisnis inovatif yang mereka gagas.
Baca juga: Ini Kelemahan Wirausaha Muda Indonesia
Di tempat lain, sekumpulan siswa sebuah sekolah menengah atas tidak mau kalah dengan kakak-kakak mahasiswa. Sebagaimana tradisi setiap tahun, mereka mengadakan acara kewirausahaan dengan tajuk "Entrepreneur's Day".
Di acara itu sejumlah wirausaha muda diundang untuk berbagi pengalaman membangun dan mengelola bisnis. Selain itu akademisi dari perguruan tinggi juga diundang memberikan perspektif ilmiah bagaimana memulai usaha dengan merancang model bisnis terlebih dahulu.
Semarak kegiatan kewirausahaan di lembaga pendidikan, baik di tingkat menengah dan tinggi, menegaskan "keberhasilan" pemerintah memasyarakatkan kewirausahaan di kalangan muda.
Menumbuhkan intensi untuk mempersiapkan diri sejak dini menjadi wirausaha. Bukan menjadi wirausaha by accident, seperti kebanyakan pandangan masa lampau, menjadi wirausaha karena tidak diterima bekerja di perusahaan.
Kini saatnya menjadi wirausaha by designed yang dimulai dari proses pembelajaran di sekolah.
Menumbuhkan intensi adalah salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam pendidikan kewirausahaan di sekolah.
Intensi diyakini menjadi faktor yang dapat digunakan untuk memprediksi perilaku, yaitu berwirausaha, sebagaimana teori perilaku terencana (Theory of Planned Behavior) yang dikemukakan oleh Ajzen (1991).
Sejauh ini belum dapat disimpulkan secara bulat bahwa pendidikan kewirausahaan berhubungan kuat dengan intensi berwirausaha.
Studi yang dilakukan oleh Zhang, Wang dan Owen (2015) memperlihatkan hubungan yang positif, namun studi longitudinal (tidak dalam satu waktu tapi dalam rentang waktu tertentu) berbasis eksperimen yang dilakukan oleh Oosterbeek, van Praag dan Ijsselstein (2010) menunjukkan efek negatif pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha, dan tidak berdampak signifikan terhadap kecakapan kewirausahaan (entrepreneurial skill) dari para siswa.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.