Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Penyebab Krisis Keuangan Garuda Indonesia

Kompas.com - 04/06/2021, 10:11 WIB
Yohana Artha Uly,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) buka-bukaan terkait kondisi krisis keuangan yang dialami PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Restrukturisasi pun menjadi upaya untuk menyelamatkan maskapai pelat merah ini.

Perseroan diketahui memiliki utang mencapai Rp 70 triliun atau sekitar 4,5 miliar dollar AS.

Baca juga: Utang Garuda Indonesia Membengkak Rp 70 Triliun, DPR Minta Audit Laporan Keuangan

Di sisi lain, pendapatan yang dimiliki Garuda Indonesia hanya 50 juta dollar AS per bulan, sementara beban biaya yang dikeluarkan 150 juta dollar AS per bulan.

Itu artinya Garuda Indonesia terus merugi 100 juta dollar AS atau sekitar 1,43 triliun (kurs Rp 14.300 per dollar AS) setiap bulannya.

Dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (3/6/2021) kemarin, Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Menteri (Wamen) BUMN Kartika Wirjoatmodjo pun mengungkapkan sejumlah faktor yang menjadi penyebab masalah keuangan Garuda Indonesia saat ini.

1. Persoalan dengan lessor

Selain memang terdampak pandemi Covid-19 yang membuat rendahnya penerbangan penumpang, persoalan lainnya adalah terkait penyewa pesawat atau lessor.

Saat ini Garuda Indonesia bekerja sama dengan 36 lessor, yang sebagian di antaranya terlibat kasus korupsi dengan manajemen lama.

"Sejak awal kami di Kementerian (BUMN) meyakini, bahwa memang salah satu masalah terbesar di Garuda mengenai lessor. Lessor ini harus kami petakan ulang, mana saja yang masuk kategori dan bekerja sama di kasus yang sudah dibuktikan koruptif," ujar Erick dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (3/6/2021).

Baca juga: [POPULER MONEY] Gaji ke-13 ASN | Penyebab Keuangan Garuda Indonesia Terus Merugi


Menurut dia, pemetaan diperlukan untuk mengetahui lessor yang bertindak 'nakal' guna dilakukan negosiasi yang tepat.

Di sisi lain, Erick meyakini sejumlah lessor juga telah bekerja sama dengan jujur.

Kendati demikian, harga penyewaan pesawat yang dipatok oleh lessor yang sekalipun tidak terlibat korupsi, menurut Erick terasa tetap mahal di kondisi saat ini.

Sehingga, negosiasi pada tipe lessor ini juga sangat diperlukan.

"Kami juga mesti jujur, ada lessor yang tidak ikutan dengan kasus itu, tetapi pada hari ini kemahalan karena ya kondisi. Itu yang kami juga harus negosiasi ulang. Nah beban terberat saya rasa itu," jelas Erick.

Baca juga: Wamen BUMN Buka-bukaan soal Kondisi Garuda Indonesia yang Terus Merugi

Senada, Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, salah satu masalah utama di Garuda Indonesia adalah terlalu tingginya beban biaya penyewaan pesawat dari lessor yang melebihi kewajaran.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com