Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntut Pesangon, Eks Karyawan Merpati Airlines Kirim Surat ke Jokowi

Kompas.com - 23/06/2021, 11:25 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Paguyuban Pilot Eks-Merpati (PPEM) mengirimkan surat terbuka kepada Presiden RI Joko Widodo menuntut hak-hak karyawan yang belum dibayarkan oleh PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA).

Adapun hak-hak yang belum dipenuhi adalah hak pesangon dan hak pensiun dari 1.233 pegawai sejak tahun 2016.

Ketua Paguyuban Pilot Eks-Merpati, Anthony Ajawaila mengatakan, penuntutan hak-hak ini berawal dari adanya keputusan Kementerian BUMN yang berencana menutup operasional Merpati pada Mei tahun 2021 lalu.

Baca juga: Akankah Nasib Garuda Indonesia Sama seperti Merpati Airlines?

"Apabila Merpati ditutup, bagaimana hak-hak normatif dari 1.233 karyawan yang ada Inilah yang mendorong kami berada di garda terdepan," kata Anthony dalam Pembacaan Surat Terbuka Kepada Presiden secara virtual, Rabu (23/6/2021).

Anthony menjelaskan, Merpati mulai berhenti beroperasi pada 1 Februari 2014 dan menyebabkan adanya penundaan hak-hak normatif kepada 1.233 karyawan.

Kemudian pada 22 Februari 2015, perseroan mengeluarkan Surat Pengakuan Utang (SPU), dengan memberikan sebagian hak, yakni sebesar 30 persen. Janjinya, hak akan rampung pada Desember tahun 2018.

Namun pada kenyataannya, SPU berubah menjadi Penundaan Kewajiban Penyelesaian Utang (PKPU) pada 14 November 2018 di Pengadilan Niaga Surabaya, dengan syarat Merpati harus beroperasi untuk menyelesaikan hak-hak karyawannya.

Alhasil, belum ada kejelasan kapan pesangon dan dana pensiun akan dibayar perusahaan.

"Hak pensiun tidak ada kepastian karena lembaga Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines dibubarkan oleh Direktur Utama Merpati pada 22 Januari 2015," jelas Anthony.

Anthony mengakui, pihaknya sudah kesekian kali mengadukan nasib kepada yang berkepentingan. Kendati sampai hari ini, belum ada penjelasan apapun.

Baca juga: Dapat Dukungan BUMN, Merpati Airlines Bangkit dari Mati Suri

"Paguyuban juga telah bersurat kepada Dirut Merpati untuk bertemu dan melakukan dialog. Namun sampai sekarang belum ada jawaban. Utk itu paling tidak kami sudah berusaha bahwa kami tidak tinggal diam," pungkas Anthony.

Mengutip Surat Terbuka yang disampaikan kepada Presiden, PPEM meminta pertolongan Presiden untuk membantu menyelesaikan masalah, mengingat Merpati pernah menjadi agen pembangunan membuka akses udara ke daerah terpencil.

Asal tahu saja, Merpati beroperasi pada tahun 1962 dan melayani rute penerbangan ke daerah-daerah terpencil di Indonesia, seperti Kalimantan, Papua, Nusa Tenggara, Maluku dan sekitarnya.

Di antara mereka pun, banyak pilot yang telah gugur dalam tugas. Lebih lanjut PPEM mengaku tak punya kuasa jika Merpati harus ditutup dan dilikuidasi negara. Namun mereka tak ingin seperti kata pepatah habis manis sepah dibuang.

Adapun hardcopy Surat Terbuka ini sudah dikirim pada tanggal 17 Juni 2021 dan telah mendapat tanda terima.

Baca juga: Nasib Merpati Bisa Kembali Mengudara Belum Jelas

Selain kepada Presiden, PPEM mengirim surat kepada Wakil Presiden serta K/L terkait, seperti Menteri BUMN, Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Perhubungan, Ketua Komnas HAM, Ketua DPR Komisi VI, dan Ketua Ombudsman RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com