Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[KURASI KOMPASIANA] Menulis dan Berpikir Kritis

Kompas.com - 09/07/2021, 14:27 WIB
Harry Rhamdhani

Penulis

KOMPASIANA---Kebiasaan untuk berpikir kritis itu berpengaruh pada saat kita merespons persoalan dengan berbagai sudut padang.

Hal ini tidak terjadi begitu saja, ada proses untuk terus melatihnya. Maka, akan sangat baik jika cara berpikir kritis ini sudah dibiasakan sejak dini, sejak masih sekolah.

Memang tidak mudah untuk mengajarkan dan membangun situasi belajar agar kita terangsang untuk berpikir kritis. Menulis bisa jadi cara yang bisa dilakukan untuk melatih itu.

Namun, jika itu bisa dilakukan di sekolah maupun lingkungan masyaratat, tentu sajakita dapat berpikir secara autentik. Serupa, tapi tak sama.

1. Menulis, Melatih Diri Berpikir Kritis

Untuk orang-orang yang sering menulis, tulis Firda Fatimah lewat Inspirasiana, pasti akan berpikir kritis membuat Anda memenangkan pertempuran dan itu bisa menjadi pertempuran untuk hal-hal baik.

Menulis adalah satu hal yang membutuhkan proses berpikir agar tulisan yang dihasilkan menjadi lebih berisi dan dapat memberikan informasi ataupun pengetahuan.

Berpikir kritis bukanlah suatu keahlian yang dibawa seseorang dari lahir, kemampuan tersebut dapat tumbuh ketika seseorang mau dan terus berlatih.

"Menulis juga melatih seseorang untuk mengambil pandangan dari berbagai sudut untuk melatih keterbukaan, sehingga kejelasan tulisan dapat dipertahankan," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

2. Mengolah Rasa dan Pentingnya Menyesuaikan Tulisan dengan Tempatnya

Kompasianer Deddy Husein menjadikan Kompasiana juga seperti di blog, yaitu sebagai media eksplorasi keberanian menulis.

Dulu, dalam menulis, jika ingin menjadi penulis yang objek tulisannya berbeda akan terasa lebih keren. Tetapi, pada kenyataannya, itu cenderung seperti selfish dan asyik sendiri.

"Dalam menulis perlu mengolah rasa. Karenanya, saat menulis pentingnya menyesuaikan tulisan dengan tempatnya," tulis Kompasianer Deddy Husein.

Hanya saja, bagi orang lain yang juga sedang ingin membangun identitas sebagai penulis, bisa saja tidak ampuh. (Baca selengkapnya)

3. Urgensi Menerakan Sumber pada Setiap Tulisan

Jika membaca tulisan opini, maka kita akan tahu isinya pasti akan membahas sebuah masalah.

Analisis dan sudut pandangnya dapat dipertanggungjawabkan secara logis menurut teori yang dipakainya. Memperkuat tulisan sehingga lebih berbobot.

Oleh karena itu, menerakan sumber-sumber tulisan pada konten yang dibuat itu akan semakin baik agar tidak dianggap sekadar tulisan tanpa juntrungan belaka.

"Jika memang mengutip, patut dituliskan sumbernya. Sebaiknya pula tidak mengurangi atau menambahkan teori yang telah diciptakan, baik kata, kalimat, maupun tanda baca," tulis Kompasianer Edward Horas. (Baca selengkapnya)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com