Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Bisa Pajaki 100 Perusahaan Multinasional, Kapan Efektif?

Kompas.com - 17/07/2021, 18:14 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Negara-negara G20 baru-baru ini menyepakati sistem pajak internasional yang terdiri dari dua pilar solusi untuk mengatasi isu hilangnya potensi pajak akibat digitalisasi dan globalisasi.

Dengan kesepakatan tersebut, RI berpotensi memajaki 100 perusahaan global alias perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia. Lewat kesepakatan yang sama, negara G20 menyepakati tarif pajak digital sebesar 15 persen.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kemenkeu, Neilmaldrin Noor mengatakan, kesepakatan ini mulai berlaku pada tahun 2023. Pilar 1 dan pilar 2 akan diterapkan melalui cara yang berbeda, namun dalam periode implementasi yang relatif sama.

Baca juga: RI Bisa Pajaki 100 Perusahaan Multinasional Usai G20 Sepakati Sistem Pajak Internasional

"Pilar 1 akan diimplementasikan melalui penandatanganan persetujuan multilateral yang akan dibuka pada tahun 2022, dan akan efektif berlaku pada tahun 2023. Sementara Pilar 2 direncanakan akan diimplementasikan melalui perundang-undangan domestik pada tahun 2022, dan akan berlaku secara efektif pada tahun 2023," kata Neil kepada Kompas.com, Sabtu (17/7/2021).

Memang, belum diketahui seberapa besar estimasi penerimaan negara dari kesepakatan ini. Pihaknya masih menghitung besaran potensi pendapatan yang akan diraih.

Tetapi yang pasti, kesepakatan akan memperkecil potensi kerugian atas hilangnya pajak secara global mencapai 100 miliar dollar AS - 240 miliar dollar AS berdasarkan catatan Bank Dunia.

Kesepakatan juga memperlihatkan kemampuan pendekatan multilateralisme dalam mengatasi tantangan global, khususnya terkait Base Erosion Profit Shifting (BEPS) serta persaingan tarif pajak yang tidak sehat.

"Atas rencana implementasi Pilar 1 dan 2, DJP (Direktorat Jenderal Pajak) sedang melakukan analisis estimasi jumlah penerimaan pajak yang dapat diperoleh dari penerapan kesepakatan multilateral tersebut," tutur Neil.

Lebih detil, kesepakatan Pilar 1 akan mengatur/menentukan alokasi hak perpajakan bagi negara/yurisdiksi pasar atas bagian dari keuntungan perusahaan multinasional besar, terlepas dari keberadaan fisik perusahaan tersebut.

Sebelum ada kesepakatan, negara hanya bisa memajaki bila perusahaan berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT).

"Dari perspektif Pilar 1, keuntungan yang dapat dicapai dari kesepakatan global tersebut mencakup perluasan basis pajak pemajakan digital," ungkap Neil.

Baca juga: Sri Mulyani Sebut Pajak Bantu Pengusaha dari Malapetaka Covid-19, Kok Bisa?

Perusahaan multinasional lain yang memiliki omzet global tertentu juga berpotensi kena pajak. Syarat pengenaan pajak pada perusahaan multinasional adalah berskala besar minimum 20 euro dan memiliki tingkat keuntungan minimum 10 persen sebelum pajak.

Sementara itu, Pilar 2 berupaya menyetarakan level persaingan pajak antar negara/yurisdiksi melalui pengenaan pajak perusahaan minimum global, paling tidak sebesar 15 persen.

"Pilar 2 juga menyajikan keuntungan berupa tambahan pajak yang wajib dibayar oleh perusahaan multinasional kepada negara/yurisdiksi tempat perusahaan tersebut membayar pajak lebih rendah dari tarif minimum," pungkas Neil.

Sebagai informasi, kesepakatan negara-negara G20 mencerminkan kesepakatan OECD-Inclusive Framework.

Negara-negara G20 berperan sebagai motor utama penyusunan konsensus multilateral mengenai pemajakan ekonomi digital. Sampai dengan saat ini, 132 dari 139 negara anggota sudah menyatakan persetujuan atas desain konsensus tersebut.

Baca juga: Sepakati Sistem Pajak G20, Indonesia Bisa Cegah PPh Badan Turun Dalam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

Whats New
Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Whats New
Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Earn Smart
Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Whats New
Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Whats New
Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Whats New
Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Whats New
Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Spend Smart
Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Whats New
Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com