Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana Perubahan Iklim Sangat Mahal, Kemenkeu Butuh Bantuan Global

Kompas.com - 22/07/2021, 12:20 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut, transisi Indonesia menjadi negara dengan ekonomi rendah karbon (low carbon economy) perlu dukungan dana dari berbagai pihak global.

Pasalnya, biaya mengurangi emisi karbon di dunia sangat mahal. Menurut Second Biennial Update Report, kebutuhan pembiayaan mitigasi perubahan iklim rata-rata memerlukan dana hingga Rp 266,2 triliun per tahun.

Sedangkan selama 5 tahun terakhir pada periode 2016-2019, rata-rata alokasi anggaran perubahan iklim di APBN mencapai 4,1 persen per tahun.

Baca juga: Sebut Tangani Perubahan Iklim Tak Murah, Sri Mulyani: Indonesia Butuh Rp 3.461 Triliun

APBN berkontribusi sekitar 32,6 persen per tahun dari total kebutuhan biaya mitigasi, dengan realisasinya rata-rata mencapai Rp 86,7 triliun.

"Ada dua perspektif yang sangat penting bagi kita untuk menuju ekonomi rendah karbon. Ini adalah kombinasi dari banyak hal yang berbeda, tentu saja masalah keuangan, termasuk bantuan keuangan global yang berkelanjutan, dan teknologi untuk negara berkembang mengatasi perubahan iklim," kata Suahasil dalam konferensi bersama ADB, Kamis (22/7/2021).

Suahasil menuturkan, pendanaan global bisa diperoleh dari penerbitan instrumen keuangan hijau di pasar negara dunia.

Kemudian, perlu menjalin kemitraan dengan sektor swasta dan sektor lain agar menghasilkan pembiayaan yang kuat, tak hanya mengandalkan alokasi APBN setiap tahun.

Sementara dari sisi pembiayaan, pemerintah menerbitkan sukuk berkelanjutan (green sukuk) bertaraf global.

Sukuk yang diterbitkan sejak tahun 2018 ini telah diterima oleh banyak investor. Sukuk juga merupakan cara Indonesia memperluas basis investor di luar negeri, utamanya dalam pendanaan hijau.

Hasil dari penerbitan sukuk dipakai untuk membangun transportasi berkelanjutan, mitigasi banjir, memperbaiki akses ke energi dari sumber terbarukan, pengelolaan limbah, dan sejumlah proyek lain di seluruh negeri yang mendukung keberlanjutan.

Baca juga: Lawan Perubahan Iklim, Orang Terkaya di Dunia Ini Donasi Rp 140 Triliun

"Ke depan, Kemenkeu juga mengembangkan apa yang kami sebut kerangka fiskal perubahan iklim untuk memperkuat keuangan berkelanjutan di Indonesia," tutut Suahasil.

Tak hanya itu, saat ini pemerintah tengah mendiskusikan tarif pengenaan pajak karbon. Rencana ini masih dibahas bersama DPR dan masuk dalam UU KUP.

Tarifnya akan mengacu pada praktek harga global yang lebih seragam. Saat ini, tarif pajak karbon di dunia saat ini sangat tidak seragam karena berada pada rentang yang lebih luas.

Di Jepang, pajak karbon dikenakan sebesar 3 dollar AS/ton CO2e. Sedangkan di Prancis tarifnya mencapai 49 dollar AS/ton CO2e. Sementara di Spanyol, tarif pajak karbon yang dikenakan mencapai 17,48 dollar AS/ton CO2e untuk semua sektor emisi gas rumah kaca (GRK) dari gas HFCs, PFCs, dan SF6.

"Kami terus optimis dengan agenda reformasi, rencana penetapan harga karbon, dan berbagai kebijakan terkait iklim lainnya akan memperkuat upaya kami mencapai zero carbon," pungkas Suahasil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Whats New
Ekspor Batik Aromaterapi Tingkatkan Kesejahteraan Perajin Perempuan Madura

Ekspor Batik Aromaterapi Tingkatkan Kesejahteraan Perajin Perempuan Madura

Whats New
Hadiri Halalbihalal Kementan, Mentan Amran: Kami Cinta Pertanian Indonesia

Hadiri Halalbihalal Kementan, Mentan Amran: Kami Cinta Pertanian Indonesia

Whats New
Pasar Modal adalah Apa? Ini Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Pasar Modal adalah Apa? Ini Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Work Smart
Syarat Gadai BPKB Motor di Pegadaian Beserta Prosedurnya, Bisa Online

Syarat Gadai BPKB Motor di Pegadaian Beserta Prosedurnya, Bisa Online

Earn Smart
Erick Thohir Safari ke Qatar, Cari Investor Potensial untuk BSI

Erick Thohir Safari ke Qatar, Cari Investor Potensial untuk BSI

Whats New
Langkah Bijak Menghadapi Halving Bitcoin

Langkah Bijak Menghadapi Halving Bitcoin

Earn Smart
Cara Meminjam Dana KUR Pegadaian, Syarat, dan Bunganya

Cara Meminjam Dana KUR Pegadaian, Syarat, dan Bunganya

Earn Smart
Ada Konflik Iran-Israel, Penjualan Asuransi Bisa Terganggu

Ada Konflik Iran-Israel, Penjualan Asuransi Bisa Terganggu

Whats New
Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66

Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66

Work Smart
Tingkatkan Daya Saing, Kementan Lepas Ekspor Komoditas Perkebunan ke Pasar Asia dan Eropa

Tingkatkan Daya Saing, Kementan Lepas Ekspor Komoditas Perkebunan ke Pasar Asia dan Eropa

Whats New
IHSG Turun 2,74 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Saham Rp 11.718 Triliun

IHSG Turun 2,74 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Saham Rp 11.718 Triliun

Whats New
Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Whats New
Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Work Smart
Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com