Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyederhanaan Tarif Cukai Tembakau Dinilai Bisa Cegah Penghindaran Pajak

Kompas.com - 22/07/2021, 20:25 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Vid Adrison menilai sistem cukai tembakau di Indonesia masih sangat kompleks.

Sebab kata dia, penetapan tarif dari satu rokok tertentu tergantung pada empat komponen yaitu golongan produksi, teknik produksi, jenis rokok, dan harga.

Menurut Vid Adrison, kompleksnya sistem cukai tembakau di Indonesia menjadi pangkal penyebab tujuan cukai untuk tembakau menjadi tidak optimal.

Ia juga menilai sistem cukai yang kompleks ini juga menyebabkan adanya praktik penghindaran pajak yang bersifat legal karena ada celah hukum yang dimanfaatkan.

"Simplifikasi tarif cukai akan mengurangi konsumsi tembakau dan meningkatkan penerimaan negara," ujarnya dalam siaran pers, Jakarta, Kamis (22/7/2021).

Baca juga: BCA Naikkan Limit Transaksi Digital Sepanjang PPKM Darurat

Oleh karenanya, ia merekomendasikan simplikasi tarif cukai tembakau dilakukan secara jelas dan konsisten. Hal itu dinilai sangat penting mengingat peta jalan (roadmap) penyederhanaan tarif cukai tembakau yang telah dicanangkan pemerintah akhirnya dibatalkan.

"Padahal di tahun 2017, ada peraturan menteri keuangan tentang simplifikasi bahwa tahun 2019 sekian (kenaikannya), 2020 sekian, dan seterusnya. Somehow, 2019 tidak jadi, jadi dianulir," kata dia.

Program Manager The Prakarsa, Herni Ramdlaningrum mengatakan bahwa menyederhanakan struktur tarif cukai tembakau merupakan salah satu langkah tepat untuk pengendalian konsumsi tembakau.

Simplifikasi tarif cukai rokok dinilai akan membuat perbedaan harga rokok yang ada di pasaran menjadi berkurang sehingga peredaran rokok murah dapat ditekan.

"Menyederhanakan tarif itu menyederhanakan ketersedian harga agar tidak terlalu banyak bagi konsumen," ujar Herni.

Baca juga: BCA Kantongi Laba Bersih Rp 14,5 Triliun pada Semester I-2021

Senior Advisor Human Rights Working Group Rafendi Djamin mengatakan, pengendalian konsumsi tembakau merupakan tanggung jawab negara yang merupakan bagian dari pemenuhan hak atas kesehatan warga negara.

Dia menyebutkan ada tiga unsur hak asasi manusia yang tidak terpenuhi akibat kebijakan cukai yang tidak ideal. Pertama adalah unsur menghargai yang termasuk di dalamnya terkait konteks pengendalian tembakau. Kedua melindungi, yang diartikan sebagai bentuk dan langkah kebijakan serta penegakannya. Ketiga yaitu unsur memenuhi, yang menyangkut akses pelayanan kesehatan.

Sementara itu, Analis Kebijakan pada Pusat Kebijakan Pendapat Negara, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febri Pangestu mengakui, kompleksitas sistem cukai memberikan alternatif pada konsumen untuk beralih pada rokok yang lebih murah. Disinggung mengenai kapan pemerintah akan melaksanakan simplifikasi, Febri mengharapkan agar hal tersebut segera terlaksana.

"Ya semoga lekas dilaksanakan. Bahwa kita (Kemenkeu) mengakui membagi berbagai kriteria (layer sistem cukai), mungkin hanya Indonesia saja yang melakukan di seluruh dunia. Negara lain tidak ada. WHO juga sering menyinggung. Dan terkait penghindaran pajak, Kemenkeu berusaha memperhatikan impact di industrinya seperti apa supaya tidak menimbulkan gejolak dari sisi produsennya yang layer layer bawah," ujarnya.

Baca juga: Gandeng 7 Perusahaan, Kemenperin Buka Program Setara D1 Teknologi Kertas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tingkatkan Produksi Beras di Jateng, Kementan Beri Bantuan 10.000 Unit Pompa Air

Tingkatkan Produksi Beras di Jateng, Kementan Beri Bantuan 10.000 Unit Pompa Air

Whats New
Genjot Energi Bersih, Bukit Asam Target Jadi Perusahaan Kelas Dunia yang Peduli Lingkungan

Genjot Energi Bersih, Bukit Asam Target Jadi Perusahaan Kelas Dunia yang Peduli Lingkungan

Whats New
HM Sampoerna Bakal Tebar Dividen Rp 8 Triliun

HM Sampoerna Bakal Tebar Dividen Rp 8 Triliun

Whats New
PLN Nusantara Power Sebut 13 Pembangkit Listrik Masuk Perdagangan Karbon Tahun Ini

PLN Nusantara Power Sebut 13 Pembangkit Listrik Masuk Perdagangan Karbon Tahun Ini

Whats New
Anak Muda Dominasi Angka Pengangguran di India

Anak Muda Dominasi Angka Pengangguran di India

Whats New
Daftar 6 Kementerian yang Telah Umumkan Lowongan PPPK 2024

Daftar 6 Kementerian yang Telah Umumkan Lowongan PPPK 2024

Whats New
Pembiayaan Kendaraan Listrik BSI Melejit di Awal 2024

Pembiayaan Kendaraan Listrik BSI Melejit di Awal 2024

Whats New
Peringati Hari Bumi, Karyawan Blibli Tiket Donasi Limbah Fesyen

Peringati Hari Bumi, Karyawan Blibli Tiket Donasi Limbah Fesyen

Whats New
Great Eastern Hadirkan Asuransi Kendaraan Listrik, Tanggung Kerusakan sampai Kecelakaan Diri

Great Eastern Hadirkan Asuransi Kendaraan Listrik, Tanggung Kerusakan sampai Kecelakaan Diri

Earn Smart
Setelah Akuisisi, Mandala Finance Masih Fokus ke Bisnis Kendaraan Roda Dua

Setelah Akuisisi, Mandala Finance Masih Fokus ke Bisnis Kendaraan Roda Dua

Whats New
KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

Whats New
Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Whats New
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

Whats New
Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Whats New
Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com