Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cukai Rokok Naik, Pengusaha Kirim Surat Keberatan ke Jokowi

Kompas.com - 19/08/2021, 18:40 WIB
Ade Miranti Karunia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nota Keuangan yang dibacakan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 16 Agustus 2021, turut menyasar pada kenaikan target penerimaan negara dari cukai sebesar 11,9 persen menjadi Rp 203,9 triliun.

Kenaikan cukai ini mayoritas akan kembali dibebankan kepada industri hasil tembakau (IHT) yang selama ini merupakan kontributor utama pendapatan cukai.

Menyikapi hal tersebut, Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan mengungkapkan keberatannya.

Baca juga: 2022, Pemerintah Targetkan Penerimaan Cukai Naik Jadi Rp 203 Triliun

Pihaknya telah mengirimkan protes tersebut melalui surat resmi yang ditujukan kepada Presiden. Ia juga mengungkapkan, saat ini kondisi IHT sangat terpuruk akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.

"GAPPRI terus berkomitmen mempertahankan tenaga kerja, memberikan nafkah pekerja sepanjang rantai nilai IHT mulai dari petani, pemasok/logistik, pabrik sampai pedagang eceran, menjaga nadi penerimaan negara pajak dan cukai sekitar Rp 200 triliun yang merupakan sumbangsih nyata kami dalam menangani pandemi Covid-19," katanya melalui keterangan tertulis, Kamis (19/8/2021).

Lebih lanjut ia menyebutkan, saat ini realisasi penjualan rokok legal menurun drastis  dengan produksi sigaret kretek mesin (SKM) legal tahun 2020 turun sekitar 17,4 persen.

Pada kuartal II 2021, tren penurunan produksi SKM masih terjadi di kisaran negatif 7,5 persen dibandingkan tahun lalu. Diprediksi hingga akhir tahun ini, penurunan produksi IHT bisa lebih dari 15 persen.

Hal itu tidak hanya akan memukul produsen, tetapi juga petani hingga potensi penerimaan negara yang tidak akan tercapai dari pos cukai hasil tembakau (CHT).

Henry mengatakan, dorongan untuk menaikkan tarif CHT menjadi sinyal bagi oknum rokok ilegal untuk meraup untung. Dalam kajian yang dilakukan GAPPRI, peredaran rokok ilegal sudah sangat bertumbuh subur hingga 15 persen dari total produksi legal.

Awal Agustus lalu misalnya, petugas Bea Cukai Semarang menggagalkan peredaran 384.000 rokok ilegal. Data Bea Cukai Pusat sepanjang tahun 2020 mencatatkan, pemerintah telah menindak 8.155 kasus rokok ilegal dengan jumlah sekitar 384 juta batang. Jumlah tersebut 41,23 persen lebih banyak dibandingkan tahun 2019.

Para pelaku IHT berharap Pemerintah dapat memberi perlindungan yang adil, layaknya perhatian ke sektor industri lain selama situasi sulit ini. Sebagai perbandingan, upaya pemerintah melindungi IHT di tengah pandemi sudah dilakukan oleh negara lain.

Pemerintah India, Korea Selatan, Malaysia, Kamboja, Thailand, Bangladesh tercatat tidak menaikan tarif cukainya.

Hal tersebut juga diikuti oleh Singapura yang memiliki aturan ketat terhadap IHT dan fokus pada aspek kesehatan. Sedangkan pemerintah Filipina hanya menaikan 5 persen sesuai kebijakan jangka panjangnya tahun 2020-2024 yang tertuang dalam peta jalan IHT nasional lengkap dengan berbagai skenario terburuk seperti pandemi Covid-19.

Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengungkapkan, anggotanya kini sedang harap-harap cemas soal rencana kenaikan cukai hasil tembakau pada tahun depan.

Maklum saja, sebagian besar anggotanya adalah pekerja di sektor industri hasil tembakau (IHT). Dia menilai, apabila tarif cukai hasil tembakau naik maka kelangsungan hidup para pekerja IHT bakal terancam kehilangan pekerjaan alias di-PHK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com