Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi Peritel Tolak PPN Sembako, Ini Alasannya

Kompas.com - 26/08/2021, 10:17 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi XI DPR RI hingga saat ini masih terus membahas terkait revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Kali ini mengadakan dengar pendapat dari para pengusaha, salah satunya Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo).

Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, dalam paparannya, Aprindo telah memberikan tiga catatan penting terkait RUU KUP tersebut.

Catatan pertama adalah menolak rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sejumlah bahan pokok atau PPN sembako.

Baca juga: Mentan: Stok Beras Surplus, Tak Ada Impor dan Pengenaan PPN Sembako Umum

Sebelumnya sembako masuk dalam barang yang dikecualikan dari PPN. RUU KUP tersebut hingga saat ini masih terus dibahas oleh Komisi XI DPR RI, termasuk meminta tanggapan dari berbagai pihak pengusaha seperti Aprindo.

Roy mengatakan, spesifiknya sembako yang dimaksud adalah sembako bukan olahan atau yang langsung dari alam seperti pertanian, perkebunan maupun hasil peternakan. Misalnya saja seperti beras dan tebu.

“Jadi sembako dari hasil alam yang belum diolah dan tidak ada pertambahan fungsi maka kita berharap itu dibebaskan dari PPN. Sebab akan berdampak kepada daya beli dan konsumsi masyarakat. Sementara untuk bahan yang diolah oleh pelaku usaha, pabrikan, dan UMKM, itu boleh saja dikenakan pajak," kata Roy kepada Kontan.co.id, Rabu (25/8).

Roy juga mengatakan, dengan dikenakannya PPN sembako maka akan berpotensi menaikan harga sehingga secara otomatis akan mengurangi daya beli dari masyarakat, terutama dalam kondisi pandemi Covid-19.

Kedua, Aprindo menyoroti pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPh atau Pajak Penghasilan minimum yang sebaiknya tetap dilakukan dengan self assessment dan tidak menggunakan platform. Sebab Roy bilang, platform tersebut belum tentu berpotensi dan visibilitas untuk melihat penghasilan rill dari peritel sebagai azas kebebasan berusaha atau mandiri.

Selain itu dengan ditunjuknya platform tersebut maka, compliance dan administratif cost akan menjadi unpredictable cost sehingga akan membebani peretel. Lebih dari itu platform juga akan mengalami kesulitan melakukan verifikasi atas jenis atau kategori barang yang beragam serta adanya perbedaan tariff atas barang yang dikenakan PPN dan tidak.

Ketiga, Apindo menyoroti poin penambahan ayat pada ketentuan ayat (1) & (3), pasal 7 diubah dan ditambahkan 1 ayat (4), serta penjelasan ayat (2) pasal 7 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal tentang kenaikan Tarif PPN & perubahan Single Tarif menjadi Multi Tarif.

Baca juga: Bakal Kena PPN Sembako, Ini Perbandingan Harga Beras Shirataki dengan Rojolele

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com