Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Baru PLTS Atap: Bisa Ekspor Listrik 100 Persen hingga Percepatan Waktu Pemasangan

Kompas.com - 30/08/2021, 12:17 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan menerbitkan aturan baru terkait Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap lewat revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap Oleh Konsumen PT PLN (Persero).

Aturan tersebut diperbaharui untuk meningkatkan pengguna PLTS Atap, terutama dari kalangan rumah tangga dan industri. Sebab, jumlah pengguna PLTS Atas sangat rendah yakni selama 3,5 tahun terakhir baru mencapai 35 mega watt (MW).

Padahal Indonesia memiliki energi surya yang melimpah dengan potensi mencapai 207,8 giga watt (GW). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun menargetkan kapasitas penggunaan PLTS Atap di Indonesia bisa mencapai 3,6 gigawatt (GW) hingga 2025.

Baca juga: PLTS Atap Bikin Subsidi Listrik Turun, Tapi Pendapatan PLN Berkurang Rp 5,7 Triliun

Ekspor listrik ke PLN

Ada sejumlah poin penting perubahan terkait PLTS Atap untuk semakin menarik minat masyarakat, diantaranya PLN wajib untuk membeli 100 persen listrik dari sisa daya PLTS Atap yang tidak terpakai oleh pelanggan atau disebut juga ekspor listrik.

Pada Permen 49/2018 diatur bahwa ketentuan ekspor listrik hanya sebesar 65 persen. Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, angka 65 persen yang berlaku saat ini belum dianggap menarik oleh pelanggan.

Hal itu yang juga jadi penyebab rendahnya jumlah pelanggan yang menggunakan PLTS Atap. Oleh sebab itu, pihaknya berupaya untuk memberikan insentif yang menarik dengan menaikkan ketentuan ekspor listrik menjadi sebesar 100 persen.

"Perkembangannya ini sangat lambat, angka 65 persen itu dianggap belum menarik karena selama 3,5 tahun itu baru 35 MW. Maka paling simpel yang bisa dilakukan ini untuk menarik yah angka 65 persen itu dinaikkan," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Jumat (27/8/2021) lalu.

Adapun ekspor listrik ini akan digunakan untuk perhitungan energi listrik pelanggan PLTS Atap dan bisa mengurangi tagihan listrik pelanggan setiap bulannya ke pihak PLN.

Perhitungan energi listrik pelanggan PLTS Atap dilakukan setiap bulan berdasarkan selisih antara nilai kWh ekspor dengan kWh impor atau listrik yang digunakan pelanggan dari PLN.

Baca juga: Mau Pasang Panel Surya? Bank Ini Berikan Promo Bunga Kredit 0 Persen

Bila jumlah energi listrik yang diekspor lebih besar dari jumlah energi listrik yang diimpor pada bulan berjalan, maka selisih lebih akan diakumulasikan dan diperhitungkan sebagai pengurang tagihan listrik bulan berikutnya.

Namun dalam aturan terbaru nantinya, akumulasi selisih lebih tersebut tagihannya akan dinihilkan per enam bulan dari sebelumnya per tiga bulan. Spesifiknya perhitungan selisih lebih akan dinolkan setiap 30 Juni dan 31 Desember.

"Ini untuk memastikan bahwa terjadi kepastian di dalam penyediaan listrik baik oleh konsumen ataupun PLN," kata Dadan.

Waktu pemasangan PLTS Atap

Selain itu, dalam revisi aturan PLTS Atap terdapat perubahan jangka waktu permohonan pemasangan.

Lewat aturan baru, permohonan pemasangan PLTS Atap dipersingkat dari sebelumnya 15 hari menjadi 12 hari bagi yang melakukan perubahan pada Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL). Sementara, menjadi 5 hari bagi pelanggan yang tanpa perubahan PJBL atau rumah tangga biasa.

Baca juga: Pasang Panel Surya, Berapa Lama Bisa Balik Modal?

Selain itu, diatur pula bahwa pelanggan PLTS Atap dan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Umum (IUPTLU) dapat melakukan perdagangan karbon. Menurut Dadan, aturan baru ini akan mendorong konsumen untuk memasang PLTS Atap.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com