Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Research & Analytics KG Media
Research & Analytics KG Media

Merupakan sebuah departemen di bawah Direktorat Marketing KG Media yang bertanggung jawab untuk menyajikan tren pasar dan industri, perilaku konsumen, produk, serta branding terbaru. Melalui kolom Kompas.com, temuan riset yang kami lakukan secara berkala akan disajikan secara komprehensif dan menarik. Kami berharap, sajian ini dapat menjadi insight untuk membantu mengembangkan bisnis Anda. 

Bagaimana Brand Bank Digital Mendekati Kalangan Milenial dan Gen Z?

Kompas.com - 13/10/2021, 21:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Bagas Adi P*

DIGITALISASI yang sudah lebih dahulu menyambangi industri media tampaknya sudah mulai memasuki industri perbankan. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai macam perusahaan teknologi finansial (tekfin) yang muncul saat ini. 

Selain itu, tren akuisisi bank kecil untuk dijadikan bank digital juga marak terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Sepanjang 2020-2021, terdapat dua bank digital baru hasil akuisisi tadi, yakni Nyala dari OCBC NISP dan TMRW dari UOB Indonesia. 

Lantas, apa sebenarnya perbedaan bank digital dengan bank konvensional? Bank digital menawarkan layanan perbankan selayaknya bank konvensional.

Baca juga: Resmi Jadi Bank Digital, BRI Agro Ubah Nama Jadi Bank Raya

Perbedaannya, bank digital memberikan pelayanan secara online penuh, tanpa harus ke kantor cabang seperti bank konvensional. Sebuah konsep baru dan asing bukan? Bagaimana kemudian konsumen memandang hal ini?

Berdasarkan riset yang kami lakukan ke pembaca KG Media, masyarakat masih bingung membedakan “e-wallet”, “internet/mobile banking”, dan “bank digital”.

Dari 613 responden yang berusia minimal 17 tahun, 71 persen di antaranya tidak memahami definisi bank digital, dan hanya 29 saja yang sudah memahami.

Menariknya, sebagian besar responden yang sudah mengetahui perbedaan mengasosiasikan bank digital dengan kata “kemudahan transaksi”. Hal ini berbeda dengan bank konvensional yang lebih dekat dengan kata “menabung”.

Baca juga: Dana Simpanan Dijamin, LPS Minta Masyarakat Tak Khawatir Nabung di Bank Digital

Persepsi positif bank digital

Adapun temuan sementara tersebut menunjukkan persepsi positif masyarakat terhadap bank digital. Persepsi ini berbeda dengan bank konvensional yang cenderung netral.

Menariknya lagi, persepsi tersebut juga diamini oleh responden yang belum pernah menggunakan bank digital. Ini berarti, pengenalan mengenai bank digital sudah berjalan cukup baik.

Persepsi ini juga terbangun berkat kerja keras para pionir bank digital di Indonesia. Mereka secara konsisten memberikan pengalaman positif kepada para penggunanya.

Selain asosiasi positif, image atau citra orang yang menggunakan bank digital juga dipandang secara positif oleh masyarakat.

Adapun image yang muncul ketika seseorang menggunakan bank digital adalah praktis sebanyak 41 persen, keren 12 persen, canggih 10 persen, dan modern 9,6 persen. 

Data tersebut menunjukkan bahwa “bank digital” mempunyai korelasi kuat dengan kata “praktis”.

Secara psikologis, Marty Nemko PhD, sebagaimana dikutip dari psychologytoday.com, Jumat (27/7/2018), menyebut orang praktis sebagai orang yang sangat realistis dan mempertimbangkan cost and benefit ratio.

Baca juga: Ini Strategi BSI Maksimalkan Potensi Bisnis pada Sektor Bank Digital

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com