Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Rapor 7 Tahun Tol Laut

Kompas.com - 25/10/2021, 05:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo berusia tujuh tahun pada 20 Oktober lalu. Bertebaranlah tulisan-tulisan di media seputar “ulang tahun” ini berikut apa pencapaian yang sudah ditorehkan dan hal-hal belum diwujudkan oleh kepala negara beserta timnya sepanjang kurun waktu tersebut.

Yang disoroti oleh para penulis dan komentator pun mencakup banyak aspek: politik, hukum termasuk infrastruktur. Tol laut yang dianggap merupakan bagian dari infrastruktur maritim ini sayangnya belum cukup intensif disigi. Untuk mengisi celah ini maka dibuatlah karangan ini.

Sebelumnya, menurut klaim Kementerian Perhubungan dan dikutip oleh media, tujuh tahun usia tol laut, khususnya semester pertama 2021, program tol laut telah mengangkut muatan berangkat sebanyak 6.617 twenty foot equivalent unit (TEU) berupa semen, beras, dan air mineral.

Sementara itu, muatan baliknya sebanyak 2.542 TEU dengan komoditas muatan terdiri dari kayu, kopra, dan rumput laut. Dari segi trayek, program ini telah mencakup 32 trayek dan mengoperasikan 32 kapal yang menyinggahi 114 pelabuhan, termasuk trayek Provinsi Papua dan Papua Barat.

Baca juga: Intip Kinerja 7 Tahun Tol Laut Jokowi, Apa Hasilnya?

Sedikit mengkilas balik, tol laut diluncurkan pada 2015, satu tahun setelah Presiden Jokowi memimpin pemerintahan. Program ini diusungnya sejak masih berkampanye dalam pilpres 2014 dan merupakan bagian dari visi Poros Maritim Dunia. Tidak ada penjelasan yang cukup mengapa mantan walikota Solo itu melontarkan gagasan tol laut itu.

Dalam catatan saya, satu-dua tahun sebelum pilpres – dalam paruh terakhir kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono – beredar luas gagasan pendulum nusantara di publik, paling tidak di tengah komunitas kemaritiman nasional.

Sehingga, tidak terhindari anggapan bahwa tol laut adalah gagasan pendulum nusantara yang diberi baju baru. Dalam konsep ini pelabuhan-pelabuhan utama di dalam negeri akan dilayani kapal peti kemas berukuran sekitar 4.000-5.000 TEU yang bergerak seperti bandul jam.

Kargo yang diangkut oleh kapal-kapal pendulum nusantara –dioperasikan oleh swasta nasional– selanjutnya akan dipindahmuatkan (transshiped) ke kapal-kapal yang lebih kecil, yang juga dioperasikan oleh swasta, menuju pelabuhan-pelabuhan penyangga pelabuhan utama tadi.

Dalam khazanah dunia pelayaran, keterkaitan para pihak ini dikenal dengan istilah hub and spoke; hub-nya adalah pelabuhan utama sementara spoke pelabuhan penyangga. Pada saat program tol laut dieksekusi pertama kali pemerintah membangun kapal-kapal baru dan memberikan subsidi untuk mendukung operasionalnya yang besarnya mencapai ratusan milyar rupiah setiap tahun. Sepertinya, dalam masa-masa ke depan program ini akan terus meminum subsidi.

Pertanyaannya kini, bagaimana rapor tol laut selama tujuh tahun? Apakah klaim Kemenhub di atas valid adanya? Menjawab hal dimaksud, saya mengajak pembaca mengingat kembali pernyataan Presiden Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden pada 2020.

Dia kecewa – sebagian media menyebutnya marah – dengan program tol laut. Sejak digulirkan pada 2015, kebijakan ini tidak mampu mengurangi disparitas harga antardaerah maupun gagal memangkas biaya logistik antarpulau. Sebetulnya, bukan kali pertama kepala negara mengungkapkan ketidakpuasanya terkait program gacoannya itu. Silakan berselancar di jagat maya untuk membacanya.

Sejak itu belum terdengar lagi komentar kepala negara terkait tol laut. Apakah ia puas atau tidak dengan pencapaian yang sudah dirilis oleh Kemenhub. Jangan-jangan dia tidak tahu perkembangan itu. Kita tunggu saja penilaiannya yang terbaru tentang program tersebut.

Baca juga: Logistik RI Masih Kalah dari Negeri Tetangga, Apa Kabar Tol Laut Jokowi?

Mengapa tol laut dinilai tidak atau belum efisien?

Ada kesesatan berpikir yang cukup fatal dalam program ini. Kemenhub menganggap permasalahan ketidakseimbangan kargo, juga disparitas harga, disebabkan oleh tidak performed-nya sektor pelayaran. Sehingga, yang dikutak-katik hanya sektor yang satu ini.

Padahal pelayaran hanyalah penopang geliat ekonomi yang lebih besar. Jika ekonomi berjalan baik, maka pelayaran juga akan sehat. Ingat, ship follows the trade. Tidak perlu subsidi-subsidian segala.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com