JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti kebijakan pemerintah yang mewajibkan penggunaan hasil negatif tes polymerase chain reaction (PCR) sebagai persyaratan calon penumpang pesawat.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi membeberkan, selama ini ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia, sehingga harganya naik berkali lipat.
"HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," kata dia, dalam keterangannya, dikutip Senin (25/10/2021).
Baca juga: Naik Pesawat Wajib Tes PCR, Ini Wilayah yang Masih Boleh Pakai Antigen
Selain itu, Tulus menilai, kebijakan tersebut bersifat diskriminatif, sebab hanya diperuntukan bagi moda transportasi udara saja.
“Memberatkan dan menyulitkan konsumen. Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen,” tuturnya.
Oleh karenanya, Tulus menyebutkan, syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan, atau direvisi aturan pelaksananya.
Ia menyarankan agar waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat.
“Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Dan turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp 200.000-an saja,” katanya.
Dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat sebagai konsumen, Tulus meminta agar kebijakan soal syarat penumpang pesawat terbang benar-benar ditentukan secara adil.
"Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan,” ucap Tulus.
Sebagaimana diketahui, terhitung sejak Minggu (24/10/2021) kemarin, pemerintah mewajibkan calon penumpang pesawat untuk melakukan tes PCR.
Hal tersebut diatur dalam Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan Nomor 88 Tahun 2021 yang ditetapkan sejak 21 Oktober 2021.
Baca juga: YLKI Beberkan Bisnis Permainan Harga Tes PCR Demi Kejar Untung