Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekhawatiran Pemerintah Jelang KTT G20 di Bali pada 2022

Kompas.com - 08/11/2021, 15:35 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku khawatir jika para kepala negara anggota G20 tidak mau menghadiri KTT G20 yang diselenggarakan di Indonesia pada 2022. Hal ini memungkinkan jika pandemi Covid-19 di Indonesia tidak bisa terkendali.

Ia mengatakan, Indonesia akan menggelar sejumlah pertemuan internasional tahun depan, diantaranya menjadi tuan rumah COP-4 Minamata dan KTT G20 yang berlangsung di Bali. Oleh sebab itu, pengendalian kasus Covid-19 di awal tahun menjadi kunci untuk ke depannya.

"Indonesia ini akan banyak event internasional di tahun depan. Ada G20 dan juga COP. Jadi saya benar-benar khawatir kalau Januari-Februari loncat (kasus Covid-19 naik), itu enggak ada yang mau kepala negara G20 datang ke kita," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senin (8/11/2021).

Baca juga: Sri Mulyani Suntik Modal Rp 4,3 Triliun Buat Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Budi menilai, langkah konservatif menjadi yang terbaik untuk dilakukan agar lonjakan kasus Covid-19 tidak terjadi lagi. Hal ini mengingat, setiap ada aktivitas keagaaman besar yang diikuti dengan masa liburan, lonjakan kasus Covid-19 terjadi.

Terlebih, dalam waktu dekat akan ada momentum Natal dan Tahun Baru yang bisa membuat mobilitas masyarakat naik sehingga berpotensi meningkatkan kasus penularan Covid-19.

"Kalau kita jaga sekarang, kan sudah kelihatan juga lumayan baik, dan kondisinya sudah cukup longgar, kita tahan dulu, jangan berlebihan euforianya," kata dia.

"Kalau bisa lewati Januari-Februari 2022 dengan baik itu, Insyaallah ke depannya bisa lebih baik, karena kita sudah lebih ketemu cara menanganinya pandemi ini. Makanya kami (Kemenkes) mintanya lebih konservatif," lanjut Budi.

Ia mengatakan, saat ini pemerintah mengantisipasi lonjakan penularan dengan melakukan pembatasan mobilitas, salah satunya di sektor transportasi. Pengetatan syarat perjalanan pun diberlakukan baik sektor darat, laut, dan udara, terutama di daerah perbatasan guna menghindari masuknya varian Covid-19 yang baru.

Baca juga: Pemerintah Diminta Siapkan Peta Jalan Transisi Energi Batu Bara

Budi menyebut, pintu masuk internasional di sektor udara saat ini paling banyak dari Bandara Soekarno-Hatta, lalu sektor laut paling banyak dari Pelabuhan Batam Centre, dan sektor darat paling banyak dari Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong.

"Memang ini enggak sempurna karena Indonesia daerahnya luas sekali, tapi setidaknya kita sudah bisa identifikasi daerah yang paling berisiko karena paling banyak masuk dari sana. Jadi kekuatan dan pertahanan kita pun dibangung di titik-titik itu," jelasnya.

Meski demikian, bersamaan dengan sektor transportasi, pergerakkan masyarakat juga perlu diwaspadai pada sektor perdagangan, pariwisata, perkantoran atau pabrik, keagamaan, dan pendidikan. Protokol kesehatan harus tetap dilakukan dengan displin di sektor-sektor itu untuk menghindari penularan.

"Sebenarnya bukan hanya perjalanan yang harus kita jaga, tapi aktivitas di sektor lain juga. Terutama kalau di mata saya yang paling rawan adalah aktivitas hari keagamaan besar, yang kemudian melibatkan liburan, sehingga liburan itu membuat massive movement (lonjakan mobilitas) dari orang," ungkapnya.

"Itu harus ditahan, karena secara histori ketika itu (mobilitas) naik selalu jadi sumber ledakan gelombang Covid-19 yang baru," pungkas Budi.

Baca juga: Satgas BLBI: Penghitungan Nilai Aset Tommy Soeharto Bakal Keluar Minggu Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com