Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Indonesia dan Kedirgantaraan

Kompas.com - 16/11/2021, 06:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KETIKA Indonesia tengah berada dalam pendudukan Jepang, di awal bulan Agustus 1945 Amerika Serikat dengan menggunakan pesawat B-29 Superfortress menjatuhkan bom di Hiroshima dan Nagasaki.

Bom atom yang untuk pertamakalinya digunakan dalam perang telah membunuh dengan seketika lebih dari 350.000 orang yang sebagian besar warga sipil. Ribuan bahkan mungkin ratusan ribu lainnya terdampak radiasi nuklir dari senjata pemusnah masal itu.

Bulan Agustus itu juga Jepang “menyerah” dan perang dunia kedua berhenti. Selanjutnya, momentum itu telah memberikan peluang bagi Indonesia untuk menjadi negara yang merdeka. Republik Indonesia memproklamirkan Kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Bulan Januari tahun 1962 terjadi pertempuran Laut Aru dalam kerangka operasi pembebasan Irian Barat. Konvoi armada laut Indonesia dihadang kekuatan udara Belanda. Korban pun berjatuhan antara lain Komodor Yos Sudarso.

Pelajaran mahal dari sebuah operasi laut yang tidak menyertakan kekuatan udara sebagai pelindung atau air cover. Tiga kapal Angkatan Laut masing masing KRI Harimau, KRI Matjan Tutul, dan KRI Matjan Kumbang yang sedang bergerak di seputaran Laut Aru diserang Belanda menggunakan pesawat terbang jenis Neptune.

Kekuatan laut tanpa kekuatan udara sebagai pelindung tidak dapat menghindar dari sasaran kekuatan udara musuh, bahkan telah menjadi sasaran empuk pesawat Belanda. Operasi senyap dari satuan Angkatan Laut tersebut ternyata sama sekali tidak diketahui sejak perencanaan hingga pelaksanaannya oleh Angkatan Udara Republik Indonesia.

Pada tanggal 3 Juli tahun 2003 telah terjadi penerbangan tanpa izin Angkatan Laut Amerika Serikat di Kawasan Bawean. Tidak seperti peristiwa sejenis lainnya yang kerap terjadi, peristiwa Bawean di publikasikan media, dalam hal ini Harian Kompas pada keesokan hari setelah kejadian. Berikut ini kutipannya:

Lima Pesawat F-18 AS Bermanuver di Bawean .
Lima pesawat tempur F-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) dipergoki oleh sebuah pesawat penumpang di atas utara pulau Bawean, Jawa Timur, Kamis (3/7/2003) sore. Pilot pesawat penumpang kemudian melaporkan temuannya itu kepada menara Surabaya dan Jakarta. Radar Bandar Udara Juanda maupun Soekarno Hatta secara bersamaan juga menangkap adanya kelima pesawat tempur tersebut di lokasi yang sama. Sumber Kompas semalam mengungkapkan, kelima jet tempur AS yang berasal dari salah satu kapal induk yang sedang konvoi dengan sejumlah kapal perang di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) itu ketika berpapasan dengan pesawat penumpang tersebut sedang melakukan manuver dengan bebas di atas wilayah udara Republik Indonesia.

Menurut sumber tadi papasan dadakan itu terjadi sekitar pukul 15.00. Laporan yang diberikan pilot pesawat penumpang tersebut kemudian langsung disampaikan kepada Komandan Pertahanan Udara Nasional. Ditambahkan, pihak TNI Angkatan Udara (AU) juga menangkap pergerakan pesawat-pesawat AL AS tersebut. Namun, belum jelas apakah ada pesawat yang dikirim oleh TNI AU ke Lokasi Bawean. Sumber juga menyebutkan bahwa manuver jet-jet tempur F-18 itu berlangsung sekitar dua jam.

Namun, dia tidak bisa memberi keterangan macam apa manuver-manuver yang dilakukan oleh kelima Hornet yang sedang mengawal konvoi kapal perang AS tersebut. Juga belum jelas ke wilayah mana konvoi itu sedang menuju. Namun kuat dugaan, kapal -kapal tersebut sedang menuju ke Timur Tengah menuju perairan Irak (ds).

Selanjutnya yang terjadi adalah 2 pesawat F-16 Angkatan Udara melakukan intersepsi sebagai langkah peringatan kepada pesawat terbang Angkatan Laut Amerika Serikat itu sesuai prosedur yang berlaku. Wilayah Udara Nasional memang membutuhkan sebuah kekuatan udara yang mengawal kedaulatan negara di udara.

Berikutnya, belakangan ini tersiar kabar tentang hiruk pikuk Maskapai Penerbangan Garuda. Amat disayangkan maskapai penerbangan kebanggaan bangsa ini kerap menghadapi kesulitan keuangan. Juga amat disayangkan pada setiap kali mengalami kesulitan keuangan tidak pernah terdengar dilakukan investigasi tentang mengapa sampai bisa terjadi kesulitan keuangan.

Sebuah masalah yang agak sulit masuk akal, karena Garuda selama ini selalu melayani rute rute gemuk di dalam negeri dan juga menguasai rute penerbangan haji dan umroh setiap tahun.

Sejatinya, Garuda tidak hanya berperan sebagai jejaring penerbangan pemersatu bangsa akan tetapi juga pemasok pendapatan negara bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.

Maskapai penerbangan Garuda harus dilihat pula sebagai bagian utuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengingat perjalanan sejarah saat di awal awal tahun kemerdekaan Indonesia.

Demikian pula ketika menghadapi operasi Trikora, Dwikora, dan Timor Timur, peranan Garuda sebagai Bala Cadangan kekuatan udara nasional terukir dalam sejarah perjalanan perjuangan bangsa. Garuda berperan sebagai sub sistem dari sistem pertahanan keamanan rakyat semesta.

Itulah beberapa catatan kedirgantaraan yang melekat pada perjalanan bangsa Indonesia sejak kemerdekaan di tahun 1945. Mulai dari momentum proklamasi kemerdekaan setelah Jepang menyerah, pengalaman mahal dan berharga saat mengelola kekuatan udara pada peristiwa Aru dan Bawean sampai dengan peran maskapai penerbangan pembawa Bendera Merah Putih.

Kedirgantaraan yang bersinggungan tidak hanya pada masalah masalah kesejahteraan akan tetapi mencakup juga mengenai keamanan nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com