Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Korupsi merupakan Penyakit yang Luar Biasa Berbahaya

Kompas.com - 08/12/2021, 11:36 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa korupsi adalah penyakit yang luar biasa berbahaya. Ada banyak masalah yang disebabkan dari korupsi, seperti ketimpangan akses pendidikan hingga minimnya akses kesehatan.

Bendahara negara ini menyebut Indonesia harus memperbaiki tingkat persepsi korupsi karena masih jauh dari skala respectable.

"Korupsi merupakan suatu penyakit yang luar biasa berbahaya. Kita lihat di Indonesia skor persepsi korupsi kita membaik, meskipun tahun 2020 mengalami penurunan. Kita masih jauh dari negara yang mendapat persepsi di mana tingkat anti korupsi cukup tinggi atau respectable," kata Sri Mulyani dalam acara Pucak Hari Anti Korupsi Sedunia, Rabu (8/12/2021).

Baca juga: BPK: Pertamina dan AKR Belum Setor Pajak Bahan Bakar Hampir Rp 2 Triliun

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjabarkan, korupsi memiliki dampak yang merusak. Karena korupsi, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah bisa menurun sehingga memicu gejolak politik dan sosial.

Korupsi, kata dia, menciptakan inequality atau kesenjangan yang luar biasa, dan menciptakan kerusakan dalam kehidupan sosial ekonomi.

"Jadi korupsi adalah suatu musuh bersama, dia tidak mengenal lokasi, kedudukan, atau profesi. Semua bisa dihinggapi apa yang disebut penyakit korupsi ini. Jadi jangan pernah berpikir korupsi hanya untuk pejabat atau kelompok institusi tertentu," ucap Sri Mulyani.

Wanita yang karib disapa Ani ini menuturkan, kesenjangan yang terjadi terus-menerus karena korupsi akhirnya meningkatkan angka kemiskinan. Kemiskinan ini berkepanjangan meskipun negara memiliki sumber daya yang banyak.

Baca juga: Sri Mulyani Bakal Batasi Belanja Pegawai Pemda

Hal ini kata Ani, sudah tecermin dari beberapa negara di dunia yang sulit menurunkan korupsi di lingkup pemerintahan.

"Kita lihat di seluruh dunia dan bisa mudah mendapatkan bukti tersebut, bagaimana negara yang tidak bisa mengatasi korupsi meski mereka memiliki natural resources, banyak masyarakatnya yang kelaparan, yang tidak bisa mendapat pendidikan, bahkan untuk dapat air bersih pun tidak diperoleh," sebut Ani.

Lebih jauh dari itu, korupsi juga menyebabkan ketiadaan kegiatan-kegiatan produktif dalam bentuk investasi. Investor akan berpikir ribuan kali untuk menempatkan dananya di negara yang ramah korupsi.

Mereka akan berpikir jauh karena bisa saja menjadi korban korupsi selanjutnya. Tak heran, korupsi menurunkan kinerja ekonomi dan menurunkan kinerja demokrasi negara.

"Oleh karena itu, kita harus melihat korupsi sebagai suatu musuh bersama. Dari sisi makro, kita melihat angka apabila korupsi merajalela. Ini adalah penyakit yang ada dan bisa menghinggapi serta menggerus terus fondasi suatu masyarakat negara," pungkas Ani.

Baca juga: Sri Mulyani: Uang Dinas PNS Pemda 50 Persen Lebih Tinggi Dibanding Pusat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com