Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset IDEAS: Angka Kemiskinan RI Melonjak di 2022

Kompas.com - 09/12/2021, 09:15 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksikan tingkat kemiskinan Indonesia pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 10,81 persen atau setara 29,3 juta penduduk.

Hal tersebut terpicu dari melemahnya anggaran perlindungan sosial yang membuat semakin banyak penduduk miskin yang tidak terlindungi secara ekonomi, padahal beban krisis dan pandemi belum berakhir.

“Ketika beban krisis membuncah dan pandemi belum menunjukkan tanda-tanda berakhir, alokasi anggaran perlindungan sosial justru semakin menurun,” kata Peneliti IDEAS bidang Ekonomi Makro Askar Muhammad, dalam keterangan tertulisnya Kamis (9/12/2021).

Baca juga: Maruf Amin: Kemiskinan Tak Bisa Dikurangi hanya dengan Bansos

Askar menambahkan, pada 2020 realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional atau PEN perlindungan sosial mencapai Rp 216,6 triliun, maka APBN 2021 alokasinya turun menjadi Rp 184,5 triliun. Terkini, pada RAPBN 2022 hanya direncanakan Rp 153,7 triliun.

Anggaran perlindungan sosial berperan penting dalam menopang keluarga miskin yang terdampak keras oleh pandemi,” lanjutnya.

Ia menilai, pemerintah terlihat berupaya keras memulihkan perekonomian seiring berakhirnya gelombang kedua yang berpuncak pada Juli 2021 yang lalu. Pembukaan hampir seluruh aktivitas sosial ekonomi, termasuk sekolah dan ajang olahraga, diharapkan akan kembali mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.

Namun arah pemulihan ke depan, selain diliputi ketidakpastian tinggi, juga diyakini berpotensi tidak inklusif. “Pemulihan pasca pandemi akan ideal ketika semua sektor tumbuh dengan kecepatan yang sama, sehingga manfaat pertumbuhan akan dirasakan secara merata,” tutur dia.

Dia mengungkapkan pada periode 2014-2020, pertumbuhan pengeluaran per kapita antar kelas ekonomi terlihat merata, menandakan manfaat pertumbuhan yang dinikmati semua.

“Namun, pola tersebut berubah drastis pada masa pandemi, Maret-September 2020, di mana beban kejatuhan ekonomi tidak ditanggung merata, lebih banyak ditanggung oleh kelas menengah,” kata Askar.

Baca juga: Pemerintah Targetkan Kemiskinan Ekstrem Hilang pada 2024

Menurutnya selama pandemi kelas menengah mengalami kejatuhan pengeluaran per kapita paling dalam seiring kejatuhan sektor formal modern.

“Pemulihan ekonomi pasca pandemi secara ironis memiliki tendensi menciptakan kesenjangan yang semakin lebar yaitu si kaya semakin kaya, si miskin semakin miskin,” ucap dia.

Pola pemulihan yang umum dikenal dengan K-shape ini, terjadi karena pemulihan didominasi sektor tertentu yang hanya menguntungkan kelas atas.

“Dengan K-shape recovery, kami memproyeksikan pertumbuhan pengeluaran per kapita ke depan akan lebih didominasi kelas menengah-atas, sedangkan kelas menengah-bawah hanya akan tumbuh moderat-rendah,” ujarnya.

Askar menambahkan, implikasi dari semua itu adalah penanggulangan kemiskinan pasca pandemi akan berjalan lebih lambat. Menurutnya, pemulihan K-shape berpotensi melemahkan pertumbuhan ekonomi di masa depan seiring meningkatnya kesenjangan.

Secara umum, kelas atas memiliki rasio tabungan terhadap pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan kelas bawah. “Ketika pendapatan kelas atas meningkat, rasio tabungan mereka ikut melonjak. Seiring kenaikan pendapatan, rasio konsumsi kelas atas justru menurun. Di sisi lain, kelas menengah-bawah semakin tergerus rasio tabungannya untuk bertahan hidup,” tuturnya.

Sejak pandemi, terlihat pola yang konsisten, rasio tabungan kelas atas meningkat tajam dan rasio tabungan kelas bawah semakin terpuruk. Pangsa simpanan masyarakat di perbankan dengan tier nominal lebih dari Rp 5 miliar meningkat dari 46,2 persen pada Desember 2019 menjadi 50,7 persen pada September 2021.

Pada saat yang sama, pangsa simpanan dengan tier nominal kurang dari Rp 100 juta menurun dari 14,5 persen menjadi 13,0 persen.

“Secara keseluruhan, kecenderungan menabung yang semakin tinggi oleh si kaya ini akan membuat konsumsi agregat menurun sehingga melemahkan pertumbuhan dan pemulihan ekonomi (paradox of thrift),” pungkasnya.

Baca juga: 2 Cara Kemenaker Turunkan Angka Kemiskinan Ekstrem

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com