Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Sawit Keluhkan Tingginya Harga Pupuk Nonsubsidi

Kompas.com - 21/12/2021, 13:30 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Petani sawit mengeluhkan tingginya harga pupuk nonsubsidi yang beredar di pasaran selama 12 bulan terakhir.

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menilai tingginya harganya pupuk ini membuat petani kelimpungan untuk mengelola biaya input produksi.

Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat ME Manurung mengatakan, komponen pupuk mencapai 60 persen dari total biaya produksi sawit.

“Petani di sentra sawit bertanya-tanya tingginya harga pupuk sudah 12 bulan terakhir sepertinya dianggap angin lalu saja oleh para kementerian terkait. Kenaikan terjadi merata, baik pupuk produksi BUMN dan swasta,” ujar Gulat dalam siaran persnya, Selasa (21/12/2021).

Baca juga: Turun 31 Persen, Defisit APBN Capai Rp 611 Triliun hingga November 2021

Gulat menyebutkan, di Sumatera Utara, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, dan Riau, harga pupuk NPK di tingkat pengecer telah mencapai Rp 12.500 per kilogram atau sekitar Rp 625.000 per sak. Padahal, sebelumnya hanya Rp 280.000 per sak.

"Ketersediaan pupuk memang tidak masalah, tapi sama saja kami tidak sanggup beli, meskipun harga TBS (tandan buah segar) naik, itu semua sia-sia," kata Gulat.

Gulat membeberkan, berdasarkan laporan dari petani sawit Apkasindo di 22 provinsi perwakilan DPW Apkasindo, kenaikan harga pupuk ini merata baik NPK dan pupuk tunggal. Demikian juga herbisida dan obat-obatan lainnya.

Gulat menilai, jika harga pupuk dan herbisida tidak terkendali, biaya produksi dipastikan semakin tak terkendali juga, sehingga para petani sawit bangkrut.

"Ya tahun depan adalah akan menjadi puncak kebangkrutan petani sawit. Karena sepanjang tahun 2021 kami tidak memupuk dan dipastikan satu tahun kemudian produksi TBS kami akan anjlok. Bahan bakarnya sawit itu ya pupuk," ujar Gulat.

Baca juga: Mau Ambil Uang di ATM Beda Bank? Ini Cara Tarik Tunai di ATM Bersama

"Sementara untuk herbisida masih bisalah kami atasi dengan cara membabat manual dengan tenaga kami, kalau pupuk mana pulak bisa digantikan," sambung Gulat.

Sementara itu, terkait pupuk subsidi, Gulat menjelaskan bahwa pupuk subsidi cenderung untuk tanaman pangan dan hortikultura. Oleh sebab itu, diakui dia, para petani tidak lagi berharap dengan pupuk subsidi lantaran semakin langka.

"Saudara-saudara kami petani tanaman pangan saja sudah menjerit kelangkaan pupuk subsidi, bagaimana mungkin kami berharap pupuk subsidi," ucap Gulat.

Selain itu, ia mengatakan, hal yang menjadi perhatian para petani sawit yakni program strategis Pemerintah Jokowi-Amin yaitu Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

"Saudara-saudara kami yang akan mengajukan PSR banyak yang mundur yang bukan karena kawasan hutan saja, namun saat ini muncul juga masalah baru, yaitu harga pupuk dan herbisida yang melonjak tajam mengakibatkan biaya bantuan Rp 30 juta per hektar dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bisa habis hanya untuk beli pupuk dan herbisida saja," jelas Gurat.

Dia membeberkan, jika diperinci per item kegiatan PSR, kenaikan biaya PSR dari RAB sebelumnya dengan kondisi sekarang di P0 untuk belanja pupuk dan herbisida 53 persen, P1 82 persen, P2 86 persen dan P3 92 persen, dinilai cukup berat bagi petani untuk menutupi kekurangannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com