Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Omicron Goyahkan Optimisme Pandemi jadi Endemi di Tahun Depan

Kompas.com - 28/12/2021, 20:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan, munculnya varian baru Covid-19 yaitu Omicorn di berbagai negara, termasuk Indonesia, telah mengoyahkan proyeksi para ahli bahwa di 2022 pandemi bisa berubah menjadi endemi.

Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro BKPM Indra Darmawan mengatakan, 2020 merupakan tahun yang berat atau disebut juga tahun survival, kemudian 2021 merupakan tahun pemulihan seiring mulai meningkatnya mobilitas dan konsumsi masyarakat.

"Ada keyakinan juga tadinya pandemi ini akan berubah menjadi endemi di pertengahan tahun (2022), sebelum akhirnya agak goyah setelah ada varian baru," ujarnya dalam diskusi ES2, Selasa (28/12/2021).

Baca juga: Kasus Omicron Naik, Karantina Bakal Diperketat, WNI Diimbau Tidak ke Luar Negeri

"Keyakinan agak goyah ini akan kita hadapi di tahun-tahun yang akan datang seiring varian baru Omicron yang sudah mulai nampak di beberapa negara, juga di Indonesia. Ini harus Kita waspadai," lanjutnya.

Meski demikian, Indra optimistis bahwa kinerja ekonomi di tahun depan akan melanjutkan pemulihan yang telah terjadi di tahun ini. Ia meyakini ada potensi peningkatan mobilitas masyarakat dan permintaan akan barang terus membaik di 2022.

"Jadi ada optimisme yang kira-kira bisa memandu kita untuk bisa menjalani tahun depan dengan lebih baik," kata dia.

Namun, Indra menyoroti persoalan lain di tengah tren permintaan yang meningkat, yakni tak seimbangnya dari sisi suplai atau suply disruption yang terjadi secara nasional maupun global. Alhasil hal itu dapat memicu peningkatan sehingga menyebabkan kenaikan harga.

“Di bidang shipping, sangat familiar sekali dengan lonjakan tarif tinggi akibat langkanya kontainer, panjangnya antrian masuk ke pelabuhan yang mengakibatkan ongkos ogistik meningkat," jelasnya.

Baca juga: Ada Omicron, Luhut Pede Ekonomi RI Masih Terkendali

Ia mencontohkan, seperti ongkos logistik dari China ke Amerika Serikat (AS) naiknya sangat tinggi hingga 10 kali lipat dibandingkan masa sebelum pandemi. Tidak seimbangnya antara permintaan dan suplai ini lah yang akan berdampak pada inflasi.

Indra bilang, peningkatan inflasi sudah terasa di AS sebesar 6,8 persen dan Turki sebesar 21,31 persen per November 2021. Sementara inflasi Argentina sebesar 52,5 persen pada Oktober 2021.

Menurutnya, memang peningkatan inflasi tidak terasa signifikan untuk Indonesia saat ini yang sebesar 1,75 persen per November 2021. Tapi hal ini tetap perlu diiantisipasi sebab kenaikan harga di luar negeri bisa berdampka ke dalam negeri, meningat masih banyak komoditas yang dipenuhi dengan impor.

"Tapi ini belum tahu ke depannya seperti apa, karena kenaikan harga di luar negeri akan mendorong impor lebih mahal. Impor negara kita meningkat, walaupun ekspornya juga meningkat. Tapi ini tetap harus diwaspadai," pungkas Indra.

Baca juga: Bill Gates: Walau Ada Omicron, Pandemi Bisa Berakhir 2022, asal...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com