Oleh: Gabriella Thohir
SITUASI pandemi Covid-19 saat ini menuntut perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Akselerasi adopsi teknologi digital menjadi demikian cepatnya demi menjamin diseminasi pengetahuan yang berkualitas bagi murid didik dan juga mudah dilakukan oleh pengajar.
Dalam dunia edukasi, perpaduan antara sumber daya pendukung menghasilkan terciptanya inovasi pendidikan dengan bantuan teknologi (edutech). Hal ini bukan hanya untuk meningkatkan kualitas murid didik, meningkatkan literasi digital pengajar dalam hal aplikasi teknologi, tapi juga mendemokratisasi akses pendidikan menjadi lebih inklusif. Sehingga, harapannya dapat tercipta pendidikan yang berkualitas dengan lebih merata. Tetapi, apakah semudah itu penerapannya?
Dunia pendidikan, dalam kondisi pandemi ini diharuskan mengadopsi mode daring untuk keberlangsungan kegiatan belajar mengajar yang lebih aman. Digitalisasi kegiatan belajar mengajar, bukan lagi kemewahan tapi sudah menjadi kebutuhan.
Hal ini berpotensi memunculkan revolusi digital yang mengakselerasi sektor pendidikan agar mengadopsi kecerdasan buatan (artificial intelligence), realitas maya (virtual reality), dan pembelajaran mesin (machine learning) sebagai penunjang kegiatan pembelajar. Salah satunya lewat EduTech, sehingga diharapkan dapat menjadi normal baru di masa depan.
Perkembangan EduTech di Indonesia
Saat ini, sebagian besar layanan EduTech yang ada di Indonesia menawarkan akses gratis pada puluhan ribu video mengenai berbagai mata pelajaran untuk siswa kelas satu hingga 12, serta menyediakan platform pembelajaran daring interaktif untuk siswa.
Jenis layanan yang ditawarkan oleh EduTech juga cukup beragam. Mulai dari e-learning, yang memberikan materi pembelajaran secara daring melalui konten interaktif atau bimbingan daring secara langsung. Materi yang ditawarkan pun beragam, yaitu kursus untuk pelajaran sekolah, kursus bahasa asing, dan kursus mengasah kemampuan pribadi.
Kemudian layanan EduTech berikutnya adalah Sistem Manajemen Pembelajaran (Learning Management System) yang dibuat untuk membantu institusi merencanakan kegiatan belajar mengajar.
Dan berikutnya adalah Software as a Service (SaaS), sebagai aplikasi yang membantu institusi untuk mengelola bisnis mereka secara digital, yaitu terkait administrasi, presensi, hingga tata kelola perpustakaan.
Namun, menurut laporan World Bank (2020) dengan judul EdTech in Indonesia: ready for take-off?, menjelaskan bahwa kurang dari lima persen pengguna platform EduTech di Indonesia bersedia membayar setelah masa uji coba gratis mereka pada platform berakhir. Hal ini menunjukkan rendahnya kesediaan untuk membayar harga sesuai standar secara berulang (berlangganan).
Padahal, menurut Program Penilaian Pelajar Internasional (Program for International Student Assessment, PISA) pada 2018, yang diadakan setiap tiga tahun, Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara dalam kemampuan matematika, sains, dan membaca pada pelajar berusia 15 tahun. Studi ini memperkuat anggapan kalau negara ini harus membenahi sistem pendidikannya.
Rangkuman Peringkat PISA (2018)
Meskipun demikian, Indonesia memiliki pasar yang sangat besar dengan lebih dari 50 juta siswa dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas. Selain itu, profil demografis Indonesia sangat cocok untuk industri pendidikan. Ditambah menurut World Bank. sistem pendidikan Indonesia adalah yang terbesar keempat di dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat.
Rintangan dalam Penerapan EduTech sebagai Solusi Pendidikan
Saat ini, sektor EduTech dalam masa pertumbuhan (infancy), dengan peluang samudra biru (blue ocean opportunity) karena banyaknya rintisan EduTech yang terlibat dalam eksperimen pasar produk yang tinggi. Namun, pasar EduTech di Indonesia juga memiliki kendala yang harus diatasi untuk merebut peluang dan skala pasar. Mari kita bedah satu per satu.
1. Rendahnya kesediaan pelanggan untuk membayar