Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Kazakhstan, Negara Kaya Gas yang Harga Gasnya Mahal

Kompas.com - 08/01/2022, 14:33 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Muhammad Idris

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kazakhstan memiliki cadangan sumber daya alam yang besar, termasuk gas bumi. Namun harga bahan bakar di negara ini sangat mahal yang mengakibatkan protes besar-besaran.

Melansir Kompas.TV, pada Kamis malam, 6/1/2022, polisi Kazakhstan membubarkan massa aksi protes kenaikan bahan bakar dengan menembakkan gas air mata di Almaty, Kazakhstan.

Padahal pemerintah telah menetapkan status darurat dan jam malam sebelumnya. Namun aksi protes terus berlanjut hingga memakan puluhan korban tewas dan ratusan orang luka-luka.

Hal ini membuat negara-negara dari organisasi perjanjian keamanan kolektif (CSTO) mengirim kontingen penjaga perdamaian ke negara tersebut.

Baca juga: Mau Beasiswa Jutaan Rupiah? Intip Cara Daftar KIP Kuliah Kemendikbud

Lantas, apa yang memicu warga Kazakhstan untuk melakukan aksi protes sebesar ini?

Kazakhstan selama ini dianggap sebagai negara yang kaya akan bahan bakar, baik minyak maupun gas bumi. Dengan sumber daya alamnya, Kazakhstan menjadi negara bekas Uni Soviet di Asia Tengah yang memiliki perekonomian terbesar.

Terdapat dua ladang minyak terbesar di Kazakhstan yaitu Tengiz dan Kashagan. Sementara, cadangan gas bumi terbesarnya ada di sekitar Laut Kaspia, tepatnya di Karachaganak.

Namun, dikutip Kompas.com, pada 1 Januari 2022, pemerintah Kazakhstan mencabut subsidi gas sehingga menaikkan harga bahan bakar gas hingga dua kali lipat dari harga biasanya.

Keputusan ini diambil sebagai respons atas kenaikan harga gas bumi global sejak tahun lalu.

Baca juga: Apa Itu Freelance dan Bagaimana Cari Lowongan Kerjanya?

Namun, warga merasa keberatan karena gas cair merupakan bahan bakar kendaraan mereka. Dengan kenaikan harga gas ini membuat warga tidak bisa membeli bahan bakar tersebut.

Massa akhirnya melakukan aksi protes pada Minggu, 2/1/2022. Mulanya aksi protes ini berjalan damai tapi berujung kekerasan dnegan merusak gedung pemerintahan.

Dilansir dari indianexpress.com, para pengunjuk rasa menuntut pemerintah untuk mengundurkan diri dan segera menurunkan harga gas. Dengan alasan, kenaikan harga gas ini dapat menyebabkan kenaikan tajam harga pangan.

Kemudian selanjutnya akan berdampak pada ketimpangan pendapatan yang telah melanda negara tersebut selama beberapa dekade. Tahun lalu, inflasi Kazakhstan mendekati 9 persen, merupakan angka tertinggi dalam lebih dari lima tahun belakangan.

Baca juga: Manajemen Keuangan: Pengertian dan Fungsinya

Nampaknya kenaikan harga bahan bakar gas yang mencapai dua kali lipat ini hanyalah puncak dari gunung es. Sebab, meningkatnya ketidaksetaraan penapatan di Kazakhstan memburuk sejak pandemi virus Corona dan kurangnya demokrasi.

Di sisi lain, negara mampu menarik jutaan dollar AS dari investasi asing karena terlihat stabil secara politik. Padahal keotoriteran pemerintahnya telah banyak dikritik selama bertahun-tahun karena melanggar kebebasan fundamental.

Mengutip eurasianet.org, harga gas di Kazakhstan saat ini melonjak dua kali lipat menjadi 120 Tenge Kazakhstan setara Rp 3.945 per liternya.

Angka ini naik dua kali lipatnya dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya seharga 60 Tenge Kazakhstan setara Rp 1.972 per liter.

Sebagai perbandingan, berdasarkan data globalpetrolprices.com, harga rata-rata gas di dunia saat ini adalah 341,43 Tenge Kazakhstan setara Rp 11.212 per liter.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Itu Reksadana Pendapatan Tetap? Ini Arti, Keuntungan, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Pendapatan Tetap? Ini Arti, Keuntungan, dan Risikonya

Work Smart
BI Kerek Suku Bunga Acuan ke 6,25 Persen, Menko Airlangga: Sudah Pas..

BI Kerek Suku Bunga Acuan ke 6,25 Persen, Menko Airlangga: Sudah Pas..

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Rupiah Masih Melemah

Suku Bunga Acuan BI Naik, Rupiah Masih Melemah

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 25 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 25 April 2024

Spend Smart
SMGR Gunakan 559.000 Ton Bahan Bakar Alternatif untuk Operasional, Apa Manfaatnya?

SMGR Gunakan 559.000 Ton Bahan Bakar Alternatif untuk Operasional, Apa Manfaatnya?

Whats New
Harga Emas Terbaru 25 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 25 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Kamis 25 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Kamis 25 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Harga Emas Dunia Melemah Seiring Meredanya Konflik Timur Tengah

Harga Emas Dunia Melemah Seiring Meredanya Konflik Timur Tengah

Whats New
IHSG dan Rupiah Melemah di Awal Sesi

IHSG dan Rupiah Melemah di Awal Sesi

Whats New
Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Whats New
Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Whats New
Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Whats New
Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Whats New
Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com