Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikritik Plin-plan Larang Ekspor Batu Bara, Luhut: Kita Butuh Uang

Kompas.com - 13/01/2022, 12:06 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah pembahasan maraton, akhirnya pemerintah resmi mencabut larangan ekspor batu bara. Kebijakan ini sebelumnya muncul karena adanya kekurangan pasokan batu bara untuk pembangkit yang memasok listrik ke PLN. 

Kala itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM mengungkapkan, bila pasokan batu bara minim disuplai ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), maka lebih dari 10 juta pelanggan PLN akan mengalami pemadaman.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Jamaludin mengungkapkan, dari 5,1 juta metrik ton batu bara penugasan untuk PLTU, hanya 35.000 metrik ton atau kurang dari 1 persen yang dipenuhi untuk menyuplai ke pembangkit listrik.

Ketentuan larangan ekspor batu bara ini seharusnya berlaku 1 Januari hingga 31 Januari 2022. Namun, karena banyak negara dan pengusaha batubara yang memprotes kebijakan itu, pemerintah akhirnya menganulir kebijakan tersebut. 

Baca juga: Diralat Jokowi, Larangan Ekspor Batu Bara Cuma Berumur 11 Hari

Meski larangan ekspor batu bara hanya berlaku selama sebulan, namun banyak pihak yang kalang kabut. Negara yang secara resmi menyatakan keberatan dengan larangan ekspor batu bara adalah Jepang, Korea Selatan, dan Filipina. 

Sementara para pengusaha batubara nasional juga meluapkan kegelisahannya terhadap larangan ekspor batu bara melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin). 

Kebijakan larangan ekspor batu bara yang baru seumur jagung lantas dicabut oleh pemerintah. Hal itu dilakukan setelah pemerintah melakukan rapat koordinasi evaluasi selama 5 hari. Pemerintah menyepakati bahwa mulai 12 Januari 2022, ekspor batu bara dibuka bertahap.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang memimpin rapat koordinasi mengatakan, langkah ini bukanlah sebagai bentuk inkonsistensi pemerintah.

Baca juga: Dibongkar Luhut, PLN Beli Batu Bara dari Makelar, Bukan dari Produsen

"Jadi kalau sekarang ada yang bilang kok dibuka ekspor, ya kan kita perlu uang," jelas Luhut yang juga tercatat sebagai pengusaha batu bara papan atas dikutip dari Kontan, Kamis (13/1/2022).

Batu bara di Hay Point Coal Terminal melayani tambang batu bara di Bowen Basin, yang terletak di selatan kota Mackay di Queensland, Australia.REUTERS/DARYL WRIGHT via ABC INDONESIA Batu bara di Hay Point Coal Terminal melayani tambang batu bara di Bowen Basin, yang terletak di selatan kota Mackay di Queensland, Australia.

Luhut melanjutkan, pelonggaran ekspor ini pun diberikan pasca-kepastian pasokan batu bara untuk pembangkit listrik telah terpenuhi.

Adapun, saat ini pasokan batu bara untuk pembangkit yang dekat dengan lokasi tambang diklaim telah mencapai 15 hari operasional (HOP). Sementara untuk pembangkit yang jauh dari lokasi tambang telah terpenuhi untuk 20 HOP. 

Ia melanjutkan, revisi aturan larangan ekspor batu bara bukanlah dilakukan secara tergesa-gesa. Kata dia, terdapat pertimbangan adanya pelonggaran kebijakan ekspor batu bara.

Baca juga: Ini Strategi PLN Jaga Ketahanan Batu Bara Untuk Cegah Krisis Energi

"Pemerintah akan mengevaluasi kembali untuk pembukaan ekspor pada hari Rabu (12/1/2022). Ada beberapa hal yang perlu dipelajari oleh tim lintas kementerian dan lembaga (Kemendag, Kemenko Marves, Kemen ESDM, dan PLN) untuk diputuskan sebelum ekspor dibuka," kata Luhut.

Pemerintah mengklaim akan terus mengevaluasi kebijakan tata niaga batu bara secara bertahap. Adapun evaluasi tersebut mengenai pemenuhan batu bara untuk kepentingan dalam negeri (domestic market obligation/DMO).

Lalu persoalan perusahaan batu bara yang tidak memiliki kerja sama dengan PLN, serta jenis batu bara yang dibutuhkan PLN.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com