KITA sangat terkejut, ketika awal tahun, pemerintah mengeluarkan keputusan melarang ekspor batu bara selama satu bulan, dari 1 Januari hingga 31 Januari 2022, walaupun keputusan pelarangan itu hanya bertahan selama 10 hari.
Keluarnya kebijakan pelarangan tersebut, setidaknya telah membuka wajah tata kelola batu bara kita yang ternyata carut marut.
Sehingga berdampak pada ancaman krisis pasokan batu bara untuk kebutuhan Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Suatu yang ironis, bagi negara yang termasuk eksportir terbesar batu bara di dunia.
Ancaman krisis pasokan batu bara ke PLN tidak bisa dianggap remeh, karena menyangkut kebutuhan 20 PLTU berkapasitas 10.850 MW di sistem jaringan Jawa-Bali.
Bila pasokan batu bara bermasalah dan mengakibatkan berkurangnya produksi listrik, maka jutaan pelanggan, baik rumah tangga dan industri di Jawa-Bali terancam mengalami pemadaman bergilir.
Kurangnya pemerintah melakukan antisipasi terhadap ancaman krisis pasokan batu bara itu, dianggap sebagai dampak kurang mampunya pemerintah dalam mengawasi pengusaha batu bara dalam memenuhi kewajibannya memasok batu bara kepada PLN atau domestic market obligation (DMO) ke PLN sebanyak 25 persen dari total rencana produksi dalam setahun.
Kita masih beryukur bahwa ancaman krisis ketersediaan batu bara bagi kebutuhan PLN bisa segera diatasi.
Namun demikian, kisruh tata kelola batu bara ini harus dipastikan tidak akan terulang.
Untuk mencegah terulangnya ancaman krisis batu bara untuk PLN, pemerintah tengah merancang terbentuknya Badan Layanan Umum (BLU) pungutan batu bara.
Melalui BLU Pungutan batu bara ini, harga batu bara dalam negeri yang saat ini dipatok 70 dollar AS per ton akan dilepas ke harga pasar.
Dengan membeli batu bara sesuai pasar, maka selisih antara harga yang diberikan PLN dan harga pasar akan diberikan oleh BLU melalui iuran yang diterima dari perusahaan batu bara.
Di atas kertas skema BLU tersebut memang baik. Namun, di dalam Rapat antara Komisi VII DPR RI dan Menteri ESDM Arifin Tasrif belum lama ini, telah menghasilkan sejumlah kesimpulan penting.
Antara lain: Pertama, mendesak Menteri ESDM untuk memprioritaskan program yang terkait kebutuhan masyarakat.
Kedua, mendesak peningkatkan pengawasan pelaksanaan kebijakan DMO batu bara dan memberi sanksi tegas kepada perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban.