BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan PPLI

Waspada Bahaya Limbah B3 dari Industri, Sistem Pengelolaan Terintegrasi Jadi Solusi

Kompas.com - 02/02/2022, 14:50 WIB
Yogarta Awawa Prabaning Arka,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kasus pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah di sungai atau kali kian marak dalam beberapa tahun belakangan.

Seperti diketahui, limbah tidak hanya dihasilkan oleh rumah tangga atau perorangan, tapi juga dari industri. Tak jarang, industri menghasilkan limbah dari hasil sisa usaha berupa bahan berbahaya dan beracun atau dikenal sebagai limbah B3.

Menurut Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, pengategorian limbah B3 dilihat dari sifat, konsentrasi kandungan bahan, serta jumlahnya.

Sebuah limbah menjadi B3 ketika salah satu atau bahkan keseluruhan indikator tersebut dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup serta membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, dan juga kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.

Kementerian LHK mengungkap bahwa, 59 persen sungai yang ada di Indonesia berada dalam kondisi tercemar berat. Adapun sumber limbah yang mencemari sungai berasal dari industri, peternakan, serta rumah tangga.

Selain itu, data Kementerian LHK yang dikumpulkan sejak 2015-2020 menunjukkan indikasi peningkatan kasus lahan terkontaminasi limbah B3. Hal ini disebabkan oleh kegagalan atau kelalaian saat beroperasi, kesengajaan dan ketidakpatuhan, bencana alam, serta kegiatan masyarakat dalam mengelola limbah B3.

“Rata-rata kejadian kedaruratan limbah B3 di Indonesia kurang lebih (berjumlah) 35 kejadian setiap tahun. Hal ini tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan kasus pencemaran baru,” tutur Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati.

Sejatinya, pemerintah telah mengeluarkan regulasi terkait pengelolaan limbah B3. Dua di antaranya adalah Permen LHK Nomor 6 Tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan tersebut dibuat untuk mengawasi praktik pengelolaan limbah B3, baik yang dilakukan oleh industri maupun rumah tangga.

Selain melalui kebijakan, pemerintah melalui Kementerian LHK juga aktif dalam mengatasi permasalahan limbah B3. Pada 29 Juli 2021, Kementerian LHK turut membantu segenap stakeholder mengelola limbah B3 medis akibat peningkatan kasus Covid-19.

Menteri LHK Siti Nurbaya menjelaskan, Kementerian LHK telah menyiapkan tiga langkah dalam penanganan limbah B3 medis.

Pertama, Kementerian LHK memberikan dukungan relaksasi kebijakan, terutama untuk fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang belum memiliki izin. Mereka diberikan dispensasi operasi dengan syarat memiliki alat pembakaran sampah atau insinerator memiliki suhu 800 derajat Celcius dan diberikan supervisi.

Kedua, Kementerian LHK memberikan dukungan sarana, mengingat kapasitas untuk memusnahkan limbah medis masih terbatas. Sebanyak lebih kurang 78 persen sarana pengelolaan limbah medis yang ada saat ini terpusat di Jawa.

Sejak 2019, Kementerian LHK telah membantu 10 unit insinerator berkapasitas 150 kilogram (kg)/jam dan 300 kg/jam yang tersebar di berbagai daerah, yakni Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, dan Papua Barat.

Ketiga, melakukan pengawasan. Kementerian LHK melakukan pembinaan, belum ke penegakan hukum pidana, kepada pihak yang membuang limbah B3 medis Covid-19 ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA),” kata Siti dilansir dari laman ppid.menlhk.go.id pada 29 Juli 2021.

Pentingnya memahami pengelolaan limbah B3 bagi sektor usaha

Perlu diketahui, pertumbuhan industri yang pesat berimbas pada jumlah limbah, termasuk jenis limbah B3 yang dihasilkan.

Karena berbahaya dan beracun, pengelolaan limbah B3 perlu melewati serangkaian proses, mulai dari penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, hingga penimbunan.

Pengelolaan limbah B3 harus dilakukan secara terpadu. Pasalnya, pengelolaan limbah B3 yang tidak tepat guna dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup lain, serta kerusakan lingkungan.

Selain itu, pengelolaan limbah B3 harus memiliki izin dari pihak terkait guna mempermudah pengawasan, mulai dari bupati atau wali kota, gubernur, serta Kementerian LHK sesuai peraturan yang berlaku.

Untuk diketahui, salah satu solusi pengelolaan limbah B3 yang paling efektif dan populer adalah menggunakan metode insinerasi. Teknologi ini memungkinkan pengelolaan limbah dilakukan secara termal dengan memanfaatkan energi panas untuk membakarnya.

Adapun pembakaran tersebut dilakukan secara terkendali pada suhu tinggi dengan alat tertutup bernama insinerator.

Energi panas yang digunakan dalam proses insinerasi tidak hanya mampu menghancurkan polutan dalam limbah, tapi juga mampu mengurangi masa dan volume limbah secara signifikan.

Mulanya, teknologi insinerasi diaplikasikan pada pengolahan sampah guna menghemat airspace di dalam landfill. Seiring perkembangannya, teknologi ini banyak diterapkan dalam pengolahan limbah industri, termasuk limbah B3.

Adapun jenis limbah yang bisa dikelola dengan metode ini adalah limbah organik yang dapat terbakar. Sebut saja, limbah berbahan plastik, oil sludge, paint sludge, used rags, bahan dan produk kadaluarsa, lumpur bekas pengeboran, bahan kimia kadaluarsa, sisa sampel dari lembaga riset, serta limbah medis dari fasilitas kesehatan.

Jenis limbah lain yang pemusnahannya disarankan dengan pembakaran adalah limbah pestisida.

Tahapan melakukan insinerasi

Proses insinerasi dilakukan melalui berbagai tahap. Prosedur dan cara kerjanya dapat dilihat dari operasional perusahaan penyedia layanan pengolahan limbah B3, yakni PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI).

Ada tiga proses insinerasi, yakni pra-penerimaan, pengangkutan, serta pengolahan limbah.

Pada tahap pra-penerimaan, perusahaan penyedia layanan pengolahan limbah B3 biasanya akan melakukan karakterisasi terhadap limbah. Tujuannya, untuk mengetahui karakteristik, kandungan, potensi bahaya, serta kesesuaiannya untuk diolah.

Di bukit Eco-landfill inilah akhir dari perjalanan limbah B3 yang telah melalui proses sehingga ramah lingkungan.DOK. PPLI. Di bukit Eco-landfill inilah akhir dari perjalanan limbah B3 yang telah melalui proses sehingga ramah lingkungan.

Karakterisasi diperlukan untuk menentukan jenis kemasan dan pengangkutan kendaraan yang sesuai, termasuk aspek keselamatan dan kesehatan pekerja.

Proses itu juga menentukan biaya dan pembuatan kontrak kerja sama antara PPLI dan pengguna jasa. Setelah kontrak disetujui, pengambilan limbah akan dilakukan sesuai kesepakatan.

Selanjutnya, pada tahap pengangkutan, pengambilan limbah dilakukan dengan menggunakan berbagai moda transportasi dan wadah khusus.

Adapun kendaraan pengangkut limbah yang dimiliki PPLI terdiri dari truk pengangkat kait, truk derek, truk vakum, prime mover, drum van, gull wings, dek datar, serta kontainer besar berbagai ukuran. PPLI juga bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk mengangkut limbah B3 menggunakan mode transportasi kereta api.

Sementara, wadah limbah yang dipakai PPLI beragam dan disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, mulai dari roll of boxes, compact or boxes, tangki ISO berbagai ukuran, 1,5 box lugger, hingga drill cutting box.

Setelah limbah sampai di fasilitas PPLI, tahap selanjutnya adalah pengelolaan. Limbah yang sampai akan dites fingerprint. Tes ini merupakan uji laboratorium secara kualitatif yang bertujuan untuk memastikan bahwa parameter yang diuji memenuhi persyaratan izin.

Tes tersebut juga berguna untuk memverifikasi limbah yang datang sesuai dengan informasi yang tertulis dalam manifes limbah B3 dan sama dengan persetujuan dalam kontrak.

Setelah pemeriksaan selesai, limbah akan disimpan sementara dalam gudang penyimpanan sembari menunggu resep pengolahannya.

Pada proses insinerasi, limbah akan dibakar pada suhu tinggi guna mendestruksi polutan menjadi senyawa sederhana berupa gas yang dapat dilepas ke lingkungan. Proses ini juga menghasilkan residu berupa abu yang nantinya akan ditimbun ke dalam landfill.

Pengelola limbah industri dan limbah B3 terintegrasi

Adakalanya limbah yang dihasilkan suatu industri memiliki jenis yang bervariasi. Jenis limbah yang bervariasi membutuhkan metode pengelolaan yang beragam.

Oleh karena itu, suatu sistem pengelolaan limbah yang terintegrasi dibutuhkan guna mengelola berbagai jenis limbah industri dalam satu titik.

PPLI sebagai pengelola limbah industri dan limbah B3 yang terintegrasi dapat dijadikan sebagai mitra dalam pengelolaan limbah industri. Pasalnya, PPLI mampu mengelola hampir semua jenis limbah dengan berbagai pilihan pengelolaan.

PPLI menjadi perusahaan yang berfokus pada pengolahan limbah B3 selama lebih dari 27 tahun. Dengan luas lahan mencapai 64 hektare, perusahaan yang berpusat di Klapanunggal Bogor, Jawa Barat, ini menjadi salah satu perusahaan pengelola limbah terbesar di Indonesia.

Sebagai informasi, PPLI baru saja meluncurkan insinerator terbesar berkapasitas hingga 50 ton per hari, pada Selasa (25/1/2022).

Presiden Direktur PPLI Yoshiaki Chida mengatakan, kehadiran insinerator raksasa itu diharapkan dapat membantu pemerintah menyelesaikan masalah limbah B3 di Indonesia. Dengan kehadiran insinerator tersebut, PPLI diharapkan mampu mengelola limbah dengan total hingga 800 ton per hari.

"Adanya insinerator berkapasitas besar itu akan memperkaya teknologi pengelolaan limbah yang dapat ditawarkan. Hal ini sekaligus memberikan fleksibilitas bagi PPLI sebagai one-stop-service pengelolaan limbah untuk seluruh industri di Indonesia," ujar Chida dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (27/1/2022).

Insinerator raksasa tersebut, lanjut Chida, telah mengantongi izin dari Kementerian LHK setelah melalui proses uji coba selama beberapa bulan. Dengan demikian, insinerator itu dapat beroperasi secara penuh.

Lebih lanjut, Chida menerangkan bahwa metode insenerasi memanfaatkan panas untuk menghancurkan limbah dan polutan yang terkandung di dalamnya.

"Limbah medis adalah salah satu yang dapat dikelola dengan metode ini," ujarnya.

Chida melanjutkan bahwa keunggulan lain yang dimiliki oleh insinerator PPLI adalah ramah lingkungan dan dilengkapi dengan continuous emission monitoring system (CEMS).

CEMS merupakan peralatan pengendalian emisi sehingga dapat memenuhi persyaratan emisi yang terketat sekalipun seperti persyaratan emisi Uni Eropa.

“Penggunaan CEMS untuk memantau parameter di flue gas secara lengkap. Teknologi ini merupakan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia saat ini,” kata Chida.

Sebagai informasi, peluncuran insinerator raksasa tersebut turut dihadiri oleh Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun Kementerian LHK Sayid Muhadhar dan Duta Besar Jepang H E Kanasugi Kenji.

Presiden Direktur PPLI Yoshiaki Chida meresmikan insinerator PPLI didampingi oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun LHK Sayid Muhadhar dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji.DOK. PPLI. Presiden Direktur PPLI Yoshiaki Chida meresmikan insinerator PPLI didampingi oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun LHK Sayid Muhadhar dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji.

Selain itu, hadir pula para mitra, perwakilan kawasan industri, dan perusahaan pelanggan PPLI di berbagai sektor, mulai dari minyak dan gas, consumer goods, rumah sakit, otomotif, food and beverage, industri kimia, manufaktur, dan pulp and paper.

Pada kesempatan tersebut, Manajemen PPLI turut mengajak tamu undangan untuk melihat langsung alat yang sebagian besar teknologinya dari Jepang itu.

“Ke depan, insinerator PPLI diharapkan dapat terus berkontribusi secara maksimal menjaga bumi Nusantara dan menjadi solusi bagi negeri ini dalam pemusnahan limbah B3 secara masif,” ujar Chida.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com