Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah BCA Pernah Jadi Bank Milik Pemerintah?

Kompas.com - 07/02/2022, 07:17 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Siapa tak kenal dengan Bank Central Asia atau lebih dikenal dengan Bank BCA. Saat ini, BCA tercatat sebagai bank swasta dengan aset terbesar di Indonesia.

Per September 2021, total asetnya sudah mencapai sebesar Rp 1.169,3 triliun. Sebagai perbandingan, BRI yang menjadi bank pelat merah terbesar di Indonesia, memiliki aset sebesar Rp 1.538,51 triliun.

Pada awal berdirinya, Bank BCA sempat menjadi bagian dari Salim Group. Namun dalam perjalanannya Bank BCA kini telah sepenuhnya menjadi milik Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono yang juga pemilik dari salah satu produsen rokok besar di Indonesia, Djarum.

Berkat kenaikan saham di Bank BCA pula, keduanya didaulat menjadi orang terkaya di Indonesia. Kedua konglomerat itu memiliki saham mayoritas di BCA melalui PT Dwimuria Investama Andalan (pemilik Bank BCA). 

Baca juga: Bukan BI atau BNI, Ini Bank Pertama yang Didirikan di Indonesia

Sebagai pengedali saham, Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono menggenggam saham Bank BCA sebesar 54,94 persen. Sementara sisanya sebanyak 45,06 persen dimiliki masyarakat.

BCA pernah jadi milik pemerintah

Dalam sejarahnya, Bank BCA sempat berganti-ganti kepemilikan. Bank yang berdiri pada tahun 1957 ini sebenarnya merupakan bank yang pernah dimiliki pemerintah.

Bank ini awalnya didirikan oleh Sudono Salim atau Liem Sioe Liong yang merupakan pendiri Grup Salim (sejarah Bank BCA).

Dikutip dari laman BCA Finance, saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997-1998, BCA diambil-alih oleh pemerintah Indonesia dan diikut sertakan dalam program rekapitulasi dan restrukturisasi yang dilaksanakan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Baca juga: Seberapa Kaya VOC hingga Jadi Cikal Bakal Penjajahan Belanda?

Saat itu, pada tahun 2000 pengawasan terhadap BCA dikembalikan dari BPPN ke Bank Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui BPPN menguasai 92,8 persen dari kepemilikan BCA.

Pada tahun yang sama, BPPN melakukan divestasi 22,5 persen dari seluruh saham BCA melalui Penawaran Saham Publik Perdana (Initialing Public Offering/IPO) dan pada tahun 2001 melalui Penawaran Publik Kedua (Secondary Public Offering) 10 persen dari total saham BCA.

Pada tahun 2002, Farindo Investment Investment (Mauritus) Limited mengambil alih 51 persen total saham BCA melalui proses tender strategic private placement. Selanjutnya, BPPN melakukan divestasi seluruh sisa saham BCA pada tahun 2004 dan 2005.

Usai divestasi tersebut, pemerintah tak lagi memiliki saham di Bank BCA. BCA tak sendiri, selepas tahun 2000, BPPN memang mendivestasi atau menjual saham beberapa perusahaan yang sahamnya sempat dikuasai pemerintah.

Baca juga: Apa Jenis Uang Tunai yang Dipakai Masyarakat Majapahit Dulu?

Saat krisis ekonomi 1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar membuat neraca utang perusahaan Indonesia membengkak. Akibatnya pendapatan dalam rupiah dan membayar utang dolar membuat perusahaan rugi besar.

Sejumlah konglomerat ini kemudian mengadu ke negara melalui BPPN. Aset yang dinilai berharga kemudian ditukarkan sebagai pembayar utang di perbankan.

Sedangkan permasalahan bank ditalangi oleh Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pemerintah kemudian mencicil utang ke Bank Indonesia itu dengan menukar saham perusahaan.

Pasca-meredanya krisis ekonomi, secara bertahap, pemerintah melalui BPPN mulai melepaskan saham beberapa perusahaan yang sebelumnya sempat dikuasai melalui lelang.

Baca juga: Mengenal Eigendom, Bukti Kepemilikan Tanah Warisan Belanda

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Whats New
Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Work Smart
Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Whats New
Terbit 26 April, Ini Cara Beli Investasi Sukuk Tabungan ST012

Terbit 26 April, Ini Cara Beli Investasi Sukuk Tabungan ST012

Whats New
PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

Whats New
Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Whats New
LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

Whats New
Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Spend Smart
Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com