Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Ancam Demo Jika Aturan Klaim JHT Usia 56 Tahun Tidak Dicabut

Kompas.com - 12/02/2022, 19:30 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Beleid terbaru itu mengatur bahwa manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan oleh pekerja yang merupakan peserta BPJS Ketenagakerjaan pada usia 56 tahun. Aturan ini ditolak keras oleh buruh.

"Cabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dan berlakukan kembali bagi buruh yang ter-PHK (pemutusan hubungan kerja), apapun status hubungan kerjanya, bahwa satu bulan kemudian bisa mencairkan dana JHT-nya," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Sabtu (12/2/2022).

Baca juga: JHT Ditahan sampai Usia 56 Tahun, Buruh Marah: Uang Milik Sendiri

Ia mengatakan, jika permintaan pencabutan aturan tersebut tak dipenuhi, maka serikat buruh mengancam akan melakukan demo besar-besar di Kementerian Ketenagakerjaan demi menyuarakan aspirasinya.

"Apabila memang tidak didengar ya kami terpaksa akan turun ke jalan, puluhan ribu buruh di depan Kementerian Ketenagakerjaan dan serempak di Indonesia, kami akan melakukan aksi unjuk rasa," ungkapnya.

Said mengungkapkan, dana JHT merupakan pegangan bagi para buruh yang terkena PHK untuk bisa menyambung hidup. Terlebih, kata dia, di masa pandemi Covid-19 ini banyak buruh yang terdampak sehingga terkena pemutusan hubungan kerja.

"JHT itu pertahanan terakhir pekerja atau karyawan yang ter-PHK, terutama akibat pandemi. PHK saat ini masih tinggi angkanya, ketika ter-PHK andalan para buruh adalah tabungan buruh sendiri di JHT. Kalau JHT tidak bisa diambilh dan harus tunggu usia 56 tahun, terus makan apa buruhnya?," papar dia.

Baca juga: 124.000 Orang Teken Petisi Online Tolak Klaim JHT Cair di Usia 56 Tahun

Oleh sebab itu, Said menekankan, untuk pemerintah kembali meninjau aturan tersebut dan mencabutnya mengembalikan ke aturan sebelumnya. Sebab, dinilai sangat merugikan para pekerja di Indonesia.

Menurutnya, bila pemerintah berdalih bahwa buruh yang terkena PHK bisa mendapatkan dana dari Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), itu adalah hal yang tidak tepat. Pasalnya, saat ini program JKP tidak bisa dirasakan semua buruh sebab aturan teknisnyapun belum ada.

"Tidak semua buruh mendapatkan JKP karena program ini belum bisa berjalan, karena ada peraturan pemerintah dan keputusan menterinya. Terus buruh mau makan apa? Menteri ini kok kejam benar sama buruh, bengis benar dengan buruh," ungkap Said.

Sebelumnya, Pjs. Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BP Jamsostek Dian Agung Senoaji membenarkan aturan terbaru yang diterbitkan Menaker tersebut. Aturan itu dinilai telah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004.

Menurutnya, program JHT bertujuan untuk menjamin peserta menerima uang tunai pada saat memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia, sehingga pekerja memiliki tabungan ketika memasuki masa pensiun.

Selain itu, kata Dian, peserta masih bisa melakukan pencairan sebagian saldo JHT sebesar 30 persen untuk kepemilikan rumah atau 10 persen untuk keperluan lain dengan ketentuan minimal kepesertaan 10 tahun.

Sedangkan untuk pencairan saldo JHT secara penuh hanya dapat dilakukan saat peserta mencapai usia 56 tahun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Baca juga: Manfaat JHT Baru Bisa Diklaim Saat Usia 56 Tahun, Ini Kata BPJS Ketenagakerjaan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com