HARGA komoditas meroket tajam seiring dengan keputusan nekad Rusia untuk menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022.
London Metal Exchange (LME) bahkan terpaksa menghentikan perdagangan nikel pada pekan lalu, sekaligus juga membatalkan perdagangan setelah harga nikel naik dua kali lipat menjadi lebih dari 100.000 dollar AS per ton menyusul penerapan sejumlah sanksi Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa terhadap Moskow.
Harga batu bara dunia meroket sehinga harga acuan dalam negeri yang dikenal HBA juga mengalami imbasnya. HBA pada Maret naik 15,31 dollar AS per ton dari Februari menjadi 203,69 dollar AS per ton.
Sementara harga patokan minyak Indonesia atau ICP pada bulan Februari 2022 naik 9,83 dollar AS dari 85,89 dollar AS per barel pada Januari 2022 menjadi sebesar 95,72 dollar AS per barel.
Harga komoditas makin tak terkendali di saat Amerika Serikat memutuskan untuk mengenakan sanksi pelarangan impor minyak dari Rusia, suatu torehan sejarah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Harga minyak mentah jenis Brent bahkan hampir menembus 140 dollar AS per barel, level tertinggi sejak 2008.
Rusia yang merupakan salah satu negara pengekspor minyak mentah dunia, memperingatkan bahwa konsekuensi dari sanksi pelarangan itu adalah melambungnya harga minyak yang tak terkendali, bahkan bisa menyentuh angka 300 dollar AS per barel.
Apa yang diucapkan Moskow bukan hanya bualan biasa, mengingat Rusia adalah negara pengekspor minyak mentah dan BBM terbesar di dunia, sekitar 7 juta barel per hari atau 7 persen dari pasokan dunia.
Estimasi moderat disampaikan JP Morgan yang memperkirakan harga minyak dapat mencapai rekor 185 dollar AS per barel pada akhir 2022 jika ekspor minyak Rusia terinterupsi dalam jangka waktu yang lama.
Padahal jika saja harga minyak mencapai level yang fantastis, maka inflasi dipastikan akan menyergap seluruh dunia. Krisis ekonomi dunia di depan mata!
Sanksi yang diterapkan Amerika membuat posisi Uni Eropa dilematis. Di satu sisi, mereka adalah sekutu Amerika yang sebelumnya selalu dalam posisi satu suara saat menentang dan menjatuhkan sanksi terhadap Kremlin.
Namun di sisi lain ketergantungan mereka terhadap pasokan gas dan minyak dari Rusia sangat tinggi.
Meski demikian, Presiden Komisi Eropa, Ursula Von Der Leyen mengatakan pemimpin Uni Eropa sepakat untuk memangkas ketergantungan impor minyak dan gas mereka dari Rusia, dan secara total akan menghentikan impor energi fosil dari negara tersebut pada 2027.
Para pemimpin Uni Eropa juga melirik akselerasi pengembangan energi terbarukan sebagai bagian dari kemandirian energi mereka.
Apa yang menjadi target mereka rasanya tidak akan sulit, mengingat penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) di Eropa bukanlah barang baru.