Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Rusia–Ukraina Belum Usai, Bagaimana Dampaknya ke Kinerja Reksa Dana?

Kompas.com - 14/03/2022, 17:30 WIB
Yoga Sukmana

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Konflik Rusia – Ukraina belum juga menemui titik terang, bahkan semakin memanas. Pertemuan diplomatis terakhir antara Rusia dan Menteri Luar Negeri Ukraina yang dijembatani Turki gagal menemui titik kesepakatan sebab Rusia masih belum berencana untuk keluar dari Ukraina.

Belum lagi, Executive Order yang baru saja ditandatangani Presiden AS untuk melarang impor LNG, minyak dan batubara dari Rusia sebagai sanksi untuk memaksa Rusia menghentikan agresi militernya, semakin memperkeruh keadaan. Tak hanya AS, aliansi negara barat lainnya seperti Inggris sedang meninjau rencananya untuk menghentikan impor gas dari Rusia.

Infovesta Utama dalam laporan mingguannya yang dirilis Senin (14/3/2022) menilai, dengan ketergantungan impor minyak dan gas dari Rusia sebagai salah satu penghasil terbesar dunia, artinya akan ada gap terhadap pasokan yang perlu diisi.

Baca juga: Tidak Banyak Impor Minyak Rusia, Kenapa Harga Bensin di AS Terus Naik?

Pada akhirnya, upaya pemboikotan minyak dan gas Rusia dinilai justru berpotensi memperparah gangguan pasokan. Alhasil hal tersebut semakin mengerek harga komoditas yang tentunya dapat mengangkat tingkat inflasi.

Hal ini tercermin dari rilis statistik inflasi AS per Februari 2022 yang terakselerasi ke level 7,9 persen di mana tertinggi sejak 40 tahun terakhir dengan kontributor utama berasal dari energi sebesar 25,6 persen (yang makin diperparah oleh perang Rusia-Ukraina).

“Selain itu, Bank Sentral Eropa (ECB) baru saja mengumumkan akan mempercepat program pembelian aset (tapering) di mana disinyalir akan dimulai bulan depan dan berakhir pada kuartal III-2022. Pertimbangan tersebut seiring dengan lonjakan inflasi Zona Eropa (5,8 persen) yang tak terbendungi,” tulis Infovesta Utama dalam risetnya.

Infovesta Utama menyebut, hal tersebut semakin memberikan ketidakpastian terhadap outlook ekonomi global dan menimbulkan kekhawatiran akan kebijakan moneter yang akan ditempuh di tengah perang yang masih terjadi.

Baca juga: IMF Ramal Rusia Bakal Alami Resesi Ekonomi

Tak hanya pasar surat utang global yang kehilangan tenaga, pasar surat utang dalam negeri juga mengalami tekanan.

Infovesta Utama meyakini, masih belum jelasnya imbas eskalasi perang dan kebijakan The Fed membuat investor hanya bisa menduga-duga dampak yang mungkin terjadi pada pasar SBN.

Hal tersebut pada akhirnya mendorong yield dari pasar SBN naik ke level di atas 6,8 persen dalam beberapa pekan terakhir. Alhasil, kinerja reksa dana pendapatan dengan underlying asset SBN pun tertekan.

Di sisi lain, pasar saham dinilai lebih menarik yang didorong oleh kenaikan harga komoditas yang menguntungkan Indonesia sebagai salah satu produsen energi terbesar di dunia di tengah risiko kenaikan harga bahan baku.

“Hal tersebut tentunya merupakan momentum yang baik bagi reksa dana saham,” tutup Infovesta Utama.

Baca juga: Perundingan antara Rusia-Ukraina Bikin Harga Minyak Dunia Kembali Terkoreksi

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Dampak Eskalasi Perang dan Naiknya Inflasi terhadap Outlook Pasar Reksadana Domestik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekonomi China Tumbuh Lebih dari Perkiraan, Pemerintah Berharap Investasi Jalan Terus

Ekonomi China Tumbuh Lebih dari Perkiraan, Pemerintah Berharap Investasi Jalan Terus

Whats New
Pemerintah Pantau Harga Minyak untuk Kebijakan Subsidi Energi

Pemerintah Pantau Harga Minyak untuk Kebijakan Subsidi Energi

Whats New
Dorong Kesejahteraan Pegawai, Bank Mandiri Integrasikan Program 'Well-Being'

Dorong Kesejahteraan Pegawai, Bank Mandiri Integrasikan Program "Well-Being"

Whats New
CEO Apple Berkunjung ke Indonesia, Bakal Tanam Investasi?

CEO Apple Berkunjung ke Indonesia, Bakal Tanam Investasi?

Whats New
Konflik Iran-Israel, Kemenaker Pantau Situasi di Timur Tengah

Konflik Iran-Israel, Kemenaker Pantau Situasi di Timur Tengah

Whats New
Menperin: Konflik Iran-Israel Bikin Ongkos Produksi Energi RI Naik

Menperin: Konflik Iran-Israel Bikin Ongkos Produksi Energi RI Naik

Whats New
Pelaku Industri Satelit Nasional Mampu Penuhi Kebutuhan Akses Internet Domestik

Pelaku Industri Satelit Nasional Mampu Penuhi Kebutuhan Akses Internet Domestik

Whats New
Sebanyak 930 Perusahaan Nunggak Bayar THR, Terbanyak di DKI Jakarta

Sebanyak 930 Perusahaan Nunggak Bayar THR, Terbanyak di DKI Jakarta

Whats New
3 Faktor Kunci yang Pengaruhi Perekonomian RI Menurut Menko Airlangga

3 Faktor Kunci yang Pengaruhi Perekonomian RI Menurut Menko Airlangga

Whats New
IHSG Melemah, Ini 5 Saham Paling 'Boncos'

IHSG Melemah, Ini 5 Saham Paling "Boncos"

Whats New
10 Bandara Tersibuk di Dunia Sepanjang Tahun 2023

10 Bandara Tersibuk di Dunia Sepanjang Tahun 2023

Whats New
Kedubes Denmark Buka Lowongan Kerja, Gaji Rp 132 Juta Per Tahun

Kedubes Denmark Buka Lowongan Kerja, Gaji Rp 132 Juta Per Tahun

Whats New
Pelemahan Rupiah Akan Berpengaruh pada Manufaktur RI

Pelemahan Rupiah Akan Berpengaruh pada Manufaktur RI

Whats New
Rupiah 'Ambles', Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Rupiah "Ambles", Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Whats New
Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS dari Korea Development Bank

Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS dari Korea Development Bank

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com