Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur BI Beberkan Dampak Kenaikan Suku Bunga The Fed ke Indonesia

Kompas.com - 17/03/2022, 19:24 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve, telah resmi menaikan suku bunga acuannya, sebagai respons dari pesatnya inflasi di Negeri Paman Sam.

Setelah mempertahankan suku bunga acuan mendekati nol sejak awal pandemi Covid-19, Komite Pasar Terbuka Federal (dalam Federal Open Market Committee/FOMC) memutuskan untuk menaikkan suku bunga 25 basis poin, pada kisaran 0,25 persen.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan suku bunga acuan The Fed (Fed Fund Rate/FFR) akan berdampak terhadap kenaikan imbal hasil atau yield dari US Treasury.

Baca juga: Premi Asuransi Kredit dan Kecelakaan Diri Turun, Ini Target AAUI pada 2022

Ia bilang kenaikan sudah mulai terlihat, di mana saat ini yield US Treasury sudah mencapai level 1,9 persen, di mana tren kenaikan diproyeksi berlanjut hingga mencapai 2,3 persen.

"Dan hasil koordinasi kami, kalau US Treasury yield naik, tentu saja yield SBN (surat berharga negara) juga mengalami kenaikan karena mekanisme pasar," ujar Perry, dalam konferensi pers, Kamis (17/3/2022).

Lebih lanjut ia menyebutkan, kenaikan yield SBN sudah terlihat, di mana saat ini sudah mendekati level 6,8 persen.

Merespons hal tersebut, Perry memastikan, bank sentral akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, khususnya dari sisi fundamental.

Menurutnya, berbagai sentimen positif di sisi fundamental, seperti neraca perdagangan yang positif dan pasokan valuta asing (valas), cukup mampu menjaga pergerakan nilai tukar rupiah.

Baca juga: Kemendag akan Cabut Aturan DMO Minyak Sawit Mentah dan Naikkan Pungutan Ekspor

Sementara itu dari sisi teknis, Perry menyoroti ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina yang masih berlanjut. Konflik ini diakui sempat membuat dollar AS menguat terhadap berbagai mata uang, termasuk rupiah.

Namun demikian, dampak konflik geopolitik itu terhadap penguatan dollar AS dinilai tidak terlalu signifikan, dengan adanya fundamental pasar uang RI yang kuat.

"Hingga 16 Maret 2022, rupiah memang depresiasi 0,42 persen tapi dibandingkan negara lain seperti Malaysia, India, dan Filipina, depresiasi Indonesia jauh lebih rendah, ini menunjukkan perkembangan nilai tukar rupiah lebih dipengaruhi faktor fundamental,” ucap Perry.

Baca juga: Sebut Ada Mafia Minyak Goreng, Mendag: Mohon Maaf Kami Tidak Dapat Mengontrol

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com