Oleh: Fauzi Ramadhan dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com - “Do unto others as you would have them do unto you”
Pepatah tersebut merupakan salah satu prinsip Golden Rule yang jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, maka berarti “Berbuatlah kepada orang lain seperti apa yang ingin mereka lakukan kepada Anda".
Dengan kata lain, prinsip Golden Rule merupakan etika timbal balik dengan memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Prinsip ini banyak ditemukan di ajaran-ajaran agama, filsafat, dan kebudayaan seluruh dunia.
Dalam berbisnis dan berkarier, ternyata prinsip Golden Rule ini dapat diimplementasikan sehingga bisa memberikan dampak baik.
Melalui siniar (podcast) Smart Inspiration edisi Smart Business episode “Pentingnya Memahami dan Menjalankan ‘Golden Rule’”, Tung Desem Waringin, motivator dan pakar pemasaran Indonesia, membagikan pengetahuan bagi para pebisnis untuk menjalankan bisnisnya lewat prinsip Golden Rule.
Merangkum New World Encyclopedia, “The Golden Rule” merupakan prinsip etika lintas budaya yang ditemukan hampir di seluruh agama dan aliran di dunia, seperti Kristen, Islam, Buddha, dan lain sebagainya.
Prinsip ini juga dikenal sebagai “Ethic of Reciprocity” atau Etika Timbal Balik.
Masih dalam sumber yang sama, diungkapkan bahwa Golden Rule merupakan gagasan kunci yang mengatur etika dan interaksi manusia selama ribuan tahun.
Dalam kacamata historis filsafat, Golden Rule merupakan maksim bersejarah yang berkembang sejak zaman Yunani Kuno. Britannica mengungkapkan bahwa ajaran ini dapat ditemukan dalam satu atau bentuk lain tulisan-tulisan filsuf zaman tersebut, seperti Plato dan Aristoteles.
Seneca, filsuf Romawi yang memperkenalkan ajaran stoisisme, kemudian juga turut andil dalam mengintroduksi prinsip Golden Rule.
Baca juga: Menepis Pandangan Berbisnis yang Menyesatkan
Situs Effectiviology menyebutkan tiga bentuk dari Golden Rule. Berikut rangkumannya.
Formulasi positif ini menyatakan bahwa seseorang harus memperlakukan orang lain secara ia ingin diperlakukan. Misalnya, jika seseorang ingin dihormati, maka perlakukan orang lain dengan hormat pula.
Tidak jauh berbeda dengan bentuk positif, tetapi dalam formulasi ini sifat bahasanya lebih berformulasi menjadi negatif. Formulasi ini menyatakan bahwa seseorang tidak boleh memperlakukan orang lain secara ia tidak ingin diperlakukan. Misalnya, jika seseorang tidak ingin diperlakukan jahat, maka jangan berbuat jahat kepada orang lain.
Formulasi ini lebih bersifat harapan, yaitu jika seseorang menginginkan sesuatu pada orang lain, maka ia menginginkannya pula dalam diri sendiri. Misalnya, jika seseorang berharap diperlakukan baik oleh orang lain, maka ia berkeinginan baik terhadap dirinya sendiri. Atau jika seseorang berharap orang lain sakit, maka ia berkeinginan sakit terhadap dirinya sendiri.