Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hampir 3 Bulan, Pengungkapan Harta Tax Amnesty Jilid II Capai Rp 35,5 Triliun

Kompas.com - 21/03/2022, 12:07 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah hampir tiga bulan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) berlangsung. Jumlah harta yang dilaporkan Wajib Pajak (WP) pun terus bertambah.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, nilai harta bersih yang diungkap mencapai Rp 35,5 triliun hingga Senin (21/3/2022) ini. Harta itu tercatat bertambah sekitar Rp 5 triliun dari total harta yang diungkap pada minggu lalu.

"PPS adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta," sebut DJP dalam laman resminya, Senin (21/3/2022).

Baca juga: Tak Ikut Tax Amnesty Jilid II, Siap-siap Kena Denda 300 Persen

Harta itu diungkap oleh 25.554 wajib pajak dengan 28.949 surat keterangan. Lebih rinci, deklarasi harta dalam negeri dan repatriasi oleh wajib pajak mencapai Rp 30,9 triliun.

Sementara itu, deklarasi harta luar negeri mencapai Rp 2,19 triliun. Adapun harta yang diinvestasikan ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 2,37 triliun.

Negara terima Rp 3,66 triliun

Besaran pajak penghasilan (PPh) final yang diterima negara dari tersebut pun bertambah. Negara sudah meraup PPh final Rp 3,66 triliun. Jumlah ini meningkat dari Rp 3,19 triliun pada pekan lalu.

Namun, jumlah PPh tersebut masih jauh dari realisasi tax amnesty tahun 2016 lalu. DJP mengungkap dalam tax amnesty beberapa tahun lalu, uang tebusan mencapai sekitar Rp 103 triliun.

Baca juga: 5 Istilah Terkait PPh dan SPT Tahunan Pajak

Wajib ikut bila tidak ingin kena sanksi

Wajib pajak (WP) yang belum melaporkan harta hingga tahun pajak 2020 harus mengikuti program ini. Pasalnya, ada sanksi/denda yang menanti jika tidak mengikuti PPS.

Adapun program PPS dilaksanakan selama 6 bulan hingga akhir Juni 2022. Besaran sanksi berada di rentang 200-300 persen. Sanksi 300 persen diberikan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana.

Sementara itu, denda sebesar 200 persen bakal dijatuhkan ketika Kementerian Keuangan menemukan harta wajib pajak yang tidak atau belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) usai mengikuti PPS.

Atas tambahan harta itu, maka dikenai pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan Pasal 4 PP 36/2017. Tarif PPh yang harus dibayar wajib pajak badan sebesar 25 persen, wajib pajak orang pribadi sebesar 30 persen, dan wajib pajak tertentu sebesar 12,5 persen.

Rumusan sanksinya adalah tarif PP 36/2017 x nilai harta baru + sanksi UU TA 200 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mewanti-wanti bagi wajib pajak yang tidak mengikuti tax amnesty. Dia bilang, wajib pajak diberi waktu sampai Juni 2022 untuk patuh.

Lagi pula, tarif PPS yang paling besar hanya 18 persen, lebih murah dibanding dengan tarif sanksi yang mencapai 200-300 persen. Tarif 18 persen dibebankan untuk pengungkapan harta di luar negeri yang berasal dari penghasilan tahun 2016-2020, lalu harta tersebut tidak direpatriasi ke dalam negeri.

Begitu pun lebih murah dibanding tarif Pajak Penghasilan (PPh) final yang terdiri dari 5 lapisan dengan rentang 5 persen - 35 persen untuk pendapatan di atas Rp 500 miliar.

"Jadi jangan dilihat kok 18 persen tinggi, karena normal rate-nya di 30 persen atau kalau di atas Rp 5 miliar 35 persen. Kalau ini kesengajaan maka Anda berpotensi bisa kena denda sesuai dengan UU KUP yaitu bisa 200 atau sekarang jadi 300 persen," tandas Sri Mulyani.

Baca juga: Program PPS Sudah Raup Rp 3,1 Triliun, Ada Sanksi bagi yang Tak Ikut

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com