Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Lanka, Negara Bangkrut akibat Jeratan Utang

Kompas.com - 14/04/2022, 10:21 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber BBC

KOMPAS.com - Ekonomi Sri Lanka sedang hancur-hancurnya. Cadangan devisanya banyak tersedot untuk membayar kewajiban cicilan utang. Bahkan terbaru, pemerintahannya baru saja mengumumkan gagal bayar utang luar negeri alias default.

Utang luar negeri Sri Lanka mencapai 51 miliar dollar AS atau jika dirupiahkan setara dengan Rp 731 triliun (kurs Rp 14.351). Ini belum termasuk pembayaran utang domestik yang diterbitkan pemerintah.

Dikutip dari BBC, Kamis (14/4/2022), pengumuman kegagalan membayar utang ini diakibatkan krisis ekonomi terburuk dalam 70 tahun terakhir. Para pejabat Sri Lanka menyebutkan, pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina membuat ekonomi negara itu semakin sempoyongan.

Negara Asia Selatan ini telah lama dilanda protes massal karena rakyatnya menderita kekurangan pangan, pengangguran, melonjaknya harga, dan pemadaman listrik. Negara itu kini tengah bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk program pinjaman baru agar negara itu bisa keluar dari krisis.

Baca juga: Lonjakan Utang Pemerintah, Sebelum dan Setelah Jokowi Jadi Presiden RI

Pemerintah Sri Lanka mengeklaim, sejak merdeka dari Inggris tahun 1948, negara itu tak pernah sekali pun gagal membayar utang. Namun, sederet krisis beberapa tahun terakhir membuat pemerintah akhirnya menyatakan tak sanggup lagi membayar utangnya.

Sri Lanka tengah menghadapi krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Cadangan devisanya turun menjadi sekitar 1,6 miliar dollar AS atau hanya sekitar Rp 22,8 triliun per akhir November. Jumlah cadev ini hanya cukup untuk membayar impor selama beberapa minggu.

Sri Lanka seharusnya membayar cicilan sebesar 78 juta dollar AS utang luar negeri yang jatuh tempo pada pekan depan. Di sisi lain, Sri Lanka memiliki kewajiban sekitar 4 miliar dollar AS dalam pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo tahun ini.

Lantaran harus mencicil utang luar negeri, pemerintah Sri Lanka terpaksa harus membatasi impor komoditas penting, termasuk pangan. Hal ini justru memicu kelangkaan dan membuat harga pangan dan energi melonjak drastis.

Baca juga: Rekor Baru, Utang Pemerintah Jokowi Kini Tembus Rp 7.000 Triliun

Biaya hidup otomatis meningkat karena lonjakan harga-harga barang. Sementara krisis energi berimbas pada mandeknya operasional beberapa pembangkit listrik dan transportasi publik berhenti karena kekurangan BBM.

Saat ekonomi masih belum bisa bangkit akibat dihajar efek pandemi Covid-19, Sri Lanka semakin babak belur dengan meroketnya harga minyak dunia pasca-serangan militer Rusia ke Ukraina.

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga beberapa kali, Sri Lanka harus merasakan kehancuran ekonomi yang lebih parah lagi akibat nilai mata uangnya yang semakin merosot.

Terjerat utang

Selain itu, utang ke China pun menumpuk hingga melampaui 5 miliar dollar AS untuk mendanai berbagai pembangunan berbagai proyek infrastruktur, termasuk jalan, bandara, dan pelabuhan.

Negara itu telah menerima miliaran dollar pinjaman lunak dari China, tetapi negara kepulauan itu telah dilanda krisis valuta asing yang menurut beberapa analis telah mendorongnya ke ambang default atau gagal bayar.

Baca juga: Utang Pemerintah Tembus Rp 6.713 Triliun, Sri Mulyani: Kita Bisa Bayar

Sri Lanka adalah bagian penting dari Belt and Road Initiative yang diinisiasi China, sebuah rencana jangka panjang untuk mendanai dan membangun infrastruktur yang menghubungkan China dengan seluruh dunia.

Namun, beberapa negara, termasuk AS, telah menyebut proyek itu sebagai "jebakan utang" untuk negara-negara yang lebih kecil dan lebih miskin. Akan tetapi, Beijing selalu menolak tuduhan itu mengingat Barat juga memberikan utang cukup besar ke Sri Lanka.

Halaman:
Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com